SOLOPOS.COM - Kapolres Sragen AKBP Piter Yanottama menjelaskan proses perjalanan penanganan perkara dugaan perkosaan anak di bawah umur di Mapolres Sragen, Sabtu (21/5/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Sudah 1,5 tahun berlalu, proses hukum kasus dugaan perkosaan anak di bawah umur di Kecamatan Sukodono, Sragen tak jelas. Polres Sragen belum berhasil menangkap pelaku perbuatan keji itu.

Sudah beberapa kali Polres melakukan gelar perkara, namun belum juga ada titik terang. Hingga akhirya Tim Supervisi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng turun tangan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kasus dugaan perkosaan terhadap anak di bawah umur itu dilaporkan ke Polres Sragen pada Desember 2020. Kasus itu menimpa seorang bocah perepuam berinisial W yang kejadian berumur 10 tahun. Ia dilaporkan menjadi korban perkosaan hingga dua kali pada November dan Desember 2020.

Kasus perkosaan pertama dilakukan pria berinisial S, 38, seorang pesilat yang juga tetangga korban. Perbuatan jahat itu dilakukan di hadapan rekan korban yang juga berjenis kelamin perempuan berinisial P, 15, di rumah kosong di Sukodono pada 10 November 2020. Kasus kedua terjadi di kamar mandi di balai desa. Pelaku tak lain adalah segerombolan siswa SMP. Adapun P juga menjadi korban dalam kasus perkosaan kedua di sebuah kamar mandi balai desa itu.

Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama, yang baru dilantik Rabu (11/5/2022), mengungkap proses penyidikan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sragen.

Baca Juga: Pelaku Belum Ditetapkan Sebagai Tersangka, Ortu Korban Pemerkosaan Oknum Pesilat Sukodono Sragen Mengadu ke Kak Seto

“Sampai hari ini [Sabtu, 21/5/2022], penyidik bekerja siang dan malam, melakukan gelar perkara, dan melaksanakan hal-hal yang direkomendasikan tim supervisi Polda Jateng. Tim Ditreskrimum Polda Jateng turun ke Sragen pada Maret atau April lalu bersama-sama penyidik membuat alat bukti dan langkah yang sudah dikerjakan Polres Sragen. Langkah itu menelurkan poin-poin pendalaman yang harus dikerjakan penyidik,” ungkap Kapolres.

Kapolres berempati dan menyemangati korban dan keluarganya serta bersama-sama untuk menuntaskan perkara itu. Piter mengaku berusaha menemukan pelaku dan mewujudkan rasa keadilan terhadap korban dan masyarakat.

Kapolres menyanggah bila perkara tersebut mangkrak atau didiamkan. Sejak dilantik, Piter terus mendampingi dan mengajak gelar perkara setiap ada celah baru.

Baca Juga: Trauma! Siswi SD Korban Pemerkosaan di Sukodono Tak Mau Belajar Kelompok Gegara Ketemu Pelaku di Jalan

Kapolres mengakui ada dua kendala dalam proses penanganan perkara itu. Pertama, rentang waktu kejadian dan laporan ke Polres lebih dari sebulan. Hal ini dianggap menyulitkan penyidik untuk mendapatkan bukti otentik kasus tersebut. Ia menyebut kasus pertama yang terjadi pada November 2020, baru dilaporkan pada Desember 2020.

Kendala itu dianggap Piter menjadi pelecut untuk mencari perspektif lain agar mendapatkan alat bukti baru.

Saksi Inkonsisten

Kedua, Kapolres menerangkan sudah ada 16 orang saksi yang diperiksa. Namun sebagian besar saksi tak konsisten dalam memberikan keterangan. Padahal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Jakarta, jelas dia, sudah mendampingi perkara itu sejak awal penanganan.

Dia menerangkan 16 saksi yang ada itu termasuk saksi korban, saksi terlapor, saksi keluarga, saksi tetangga, termasuk saksi teman korban.

Baca Juga: Kasus Tak Jelas, Ayah Bocah Korban Perkosaan di Sragen Sulit Cari Kerja

“Kami memilah-milah saksi-saksi itu, mana yang memiliki nilai pembuktian dan saksi mana yang mendukung pembuktian utama. Ternyata keterangan saksi yang memiliki nilai pembuktikan itu masih sangat minim. Maka kami berupaya mencari perspektif lain dalam pembuktian. Dari 16 saksi itu, hanya saksi korban yang mengarah pada pembuktikan ke pelaku sedangkan 15 saksi lainnya tidak mengarah ke pembuktian,” ungkapnya.

Kapolres menjelaskan visum terhadap korban sudah dilakukan dan hasilnya menunjukkan indikasi adanya perbuatan pencabulan terhadap korban. Korban hanya menyebut satu nama pelaku dari tempat kejadian perkara (TKP) pertama, sedangkan yang lainnya tidak mengenal.

Dalam pengumpulan alat bukti, Piter mengaku menggunakan metode digital, konvensional, dan lainnya. Ia juga berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk psikolog.

Baca Juga: Kasus Perkosaan Siswi SD Oleh Pesilat Sragen Belum Ada Tersangka, Polisi Kekurangan Saksi?

“Dari sisi psikis, sudah ada pendampingan psikologis dari pemerhati anak, pemerintah kabupaten (pemkab), terhadap korban. Semakin kasus ini diangkat di media maka posisi korban menjadi kasihan dan trauma,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya