SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA – Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) membeberkan salah satu motif pelaku melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Disebutkan  TGPF bahwa dendam  menjadi faktor yang menyebabkan penyidik senior KPK tersebut diserang.

Juru Bicara TGPF Nurkholis mengatakan bahwa Novel Baswedan sempat menggunakan wewenang secara berlebihan sebagai penyidik KPK terhadap seseorang yang sempat disidik terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi di KPK. 

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Menurut Nurkholis, penggunaan wewenang yang berlebihan tersebut membuat Novel Baswedan menjadi musuh sejumlah orang yang beperkara di KPK. “TGPF menemukan fakta bahwa kasus yang kini dialami korban, akibat adanya penggunaan kewenangan yang berlebihan. Dari pola serangan, TGPF meyakini penyerangan itu berkaitan dengan pekerjaan korban,” tuturnya, dilansir Bisnis.com, Rabu (17/7).

Nurkholis mendesak pihak Kepolisian yang akan membentuk Tim Teknis terkait perkara itu, untuk mengumpulkan sejumlah perkara tindak pidana korupsi yang sempat ditangani Novel Baswedan sebagai penyidiknya.

Dia meyakini dari banyaknya perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Novel Baswedan, ada yang merasa dendam dan berencana melukai Novel Baswedan.

“Kami sudah mendalami zat air keras yang pelaku gunakan untuk menyiram wajah korban bahwa itu adalah zat kimia asam sulfat H2SO4 yang tidak akan mengakibatkan luka berat dan bukan untuk membunuh, hanya melukai korbannya,” Nurkholis.

Tanggapan Novel

Novel Baswedan menyebut dugaan dirinya “menggunakan wewenang berlebihan” sebagai opini yang ngawur. “Ngawurlah ngawur itu omongan ngawur yang nggak perlu saya tanggapi saya pikir,” kata Novel kepada wartawan, sebagaimana dilansir Detik.com Rabu (17/7/2019).

“Ya mana mungkin saya menanggapi suatu opini yang ngawur ya, sulit bagi saya, saya tentu seorang penyidik yang punya perspektif yang logis, nggak mungkin saya menanggapi suatu ucapan ngawur ya,” imbuh Novel.

Tim advokasi Novel Baswedan mempertanyakan kewenangan berlebihan yang dimaksud oleh TPF bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. TPF diminta menjelaskan maksud dari kewenangan berlebihan tersebut.

“Soal penggunaan wewenang berlebih seolah mau menyalahkan Novel dan KPK yang dianggap bekerja tidak sesuai aturan. Baiknya TPF jelaskan di bagian mana yang dianggap berlebih,” kata Haris Azhar sebagai salah satu anggota dalam tim advokasi tersebut kepada wartawan, Rabu (17/7/2019).

Secara terpisah anggota tim advokasi lainnya, Alghiffari Aqsa, juga mengkritik TPF bentukan Polri yang dinilainya berbelit. Dia menilai tak ada keseriusan untuk mengungkap kasus teror terhadap Novel.

“Langkah yang sangat berbelit. Sejak awal juga sudah demikian, sehingga sangat layak kita simpulkan bahwa memang tidak ada keseriusan untuk membuka kasus ini secara terang benderang,” ujarnya.

Dia pun berharap ada tim independen yang dibentuk oleh presiden. Alghif menilai tim itu akan membantu mengurangi beban Polri untuk mengungkap kasus ini. “Sampaikan kepada presiden untuk TGPF independen karena dua tahun lebih kasusnya belum terungkap. Hal tersebut juga akan membantu Polri karena bisa jadi terdapat beban dalam kasus ini jika memang ada internal yang terlibat,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya