SOLOPOS.COM - Pondok Pesantren Ta'mirul Islam yang berada di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Foto diambil Rabu (23/11/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Ta’mirul Islam meminta maaf atas kasus penganiayaan yang mengakibatkan salah santri mereka asal Kabupaten Ngawi, Daffa Washif Waluyo, 14, meninggal dunia.

Permintaan maaf itu disampaikan melalui Maklumat Pimpinan Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Terkait Wafatnya Almarhum Ananda Daffa Washif Waluyo yang ditandatangani oleh pimpinan ponpes, Mohammad Halim, pada Selasa (22/11/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sragen, Ihsan Muhadi, pada Rabu (23/11/2022) membenarkan maklumat tersebut. Ia juga mengatakan pihak keluarga korban masih berada di Polres Sragen.

Melalui maklumat tersebut pengasuh dan pengajar Ponpes Ta’mirul Islam mengaku kasus meninggalnya Daffa akibat penganiayaan yang dilakukan oleh seniornya menjadi pelajaran berharga. Pihak Ponpes berharap agar peristiwa kekerasan serupa tidak terulang.

Baca Juga: Diduga Dianiaya Senior, Santri Ponpes di Sragen Meninggal Dunia

“Sesungguhnya kekerasan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam dalam bentuk apa pun, baik untuk menegakkan disiplin ataupun pemberian hukuman, adalah dilarang. Adapun kekerasan yang terjadi adalah sebuah pengkhianatan terhadap amanat yang kami berikan, dan tindakan kekerasan yang berujung pada wafatnya ananda kami ini, adalah dilakukan oleh satu orang,” terang Ponpes dalam maklumat tersebut.

Pihak Ponpes berkomitmen kuat untuk menyelesaikan kasus ini sampai tuntas dengan mengikuti setiap proses hukum yang ada bersama dengan keluarga almarhum dan aparat kepolisian.

“Sebagai bentuk komitmen itu, alhamdulillah telah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan oleh Kepolisian Resor Sragen. Dan atas nama Pimpinan Pondok Pesantren Ta’mirul Islam, kami ucapkan terima kasih kepada Kapolres Sragen berikut jajarannya.”

Baca Juga: Ini Permintaan Keluarga Santri yang Meninggal karena Dianiaya Senior di Sragen

Pihak Ponpes tidak memungkiri terkait adanya dugaan tindakan kekerasan yang berujung pada wafatnya santri mereka. Ponpes enggan menjelaskan kronologis kasus penganiayaan berujung kematian santri tersebut. Mereka menyerahkannya kepada polisi untuk menjelaskan, termasuk terkait motif di balik kekerasan itu.

“Sebagai wujud komitmen kami, pelaku kekerasaan akan kami keluarkan dan kami kembalikan ke orang tua. Dan selanjutnya kami akan tetap bekerja sama dengan kepolisian terkait penyelesaian masalah ini,” tambah Ponpes.

Saat Solopos.com mencoba meminta konfirmasi kejadian tersebut ke Ponpes Ta’mirul Islam di Kecamatan Masaran, Sragen, pihak ponpes enggan memberikan keterangan.

Dalam pengamatan Solopos.com, Ponpes terlihat lengang, ada kajian di masjid Ponpes yang diikuti oleh sejumlah santri.

Baca Juga: Sedih.. Santri Meninggal karena Dianiaya Senior di Sragen Ternyata Anak Tunggal

Keterangan Keluarga Korban

Sementara itu keluarga Daffa, Nurhuda, menceritakan pada Minggu (20/11/2022) sekitar pukul 04.30 WIB pihak Ponpes yang diwakili oleh salah satu ustaz, mendatangi rumah korban di Ngawi. Mereka memberitahukan bahwa Daffa telah meninggal dunia dengan alasan dipukul oleh senior yang berusia 16 tahun.

“Korban diduga sudah meninggal dunia pada Sabtu (19/11/2022) sekitar pukul 23.00 WIB. Awal mula kejadian penganiayaan itu adalah saat santri dikumpulkan di aula pada Sabtu malam pukul 21.45 WIB. Karena Daffa tidak mengerjakan piket, maka dia diberikan sanksi untuk bersih-bersih selama sepekan,” terang Nurhuda saat dihubungi Solopos.com, Selasa (22/11/2022) malam.

Berdasarkan keterangan ustaz, Nurhuda melanjutkan, Daffa meminta dihukum secepatnya. Ia kemudian disuruh untuk push up, namun menolak. Setelah itu langsung Daffa ditendang beberapa kali di bagian dada oleh seniornya.

“Korban kemudian sudah terkapar, mau ditolong tapi nggak boleh dari senior,” tambahnya.

Baca Juga: Santri di Sragen Meninggal Setelah Dianiaya Senior, Kemenag Lakukan Ini

Ia menambahkan setelah orang tua korban mengetahui tentang kejadian tersebut, mereka buru-buru datang ke Ponpes. Setelah itu mereka juga melapor ke Polsek Masaran, sebelum mendatangi RSUD dr. Moewardi Solo.

“Laporan telah ditandatangani waktu di RSUD dr. Moewardi, kemudian waktu saya cek bersama polisi waktu autopsi, memang di dada korban terlihat merah-merah,” tambah Nurhuda.

Ia mengatakan pihak Ponpes sudah meminta maaf, namun keluarga pelaku belum ada itikad baik. Pihak Ponpes sudah memberikan nomor telepon keluarga korban ke pihak keluarga pelaku. Namun hingga saat ini keluarga korban belum dihubungi.

Pihak Ponpes sendiri sempat memberitahukan bahwa pukulan yang dilayangkan ke Daffa tidak keras, namun pihak keluarga korban meragukannya.

Baca Juga: Peringatan HSN di Boyolali: Tolak Kekerasan di Pesantren, Utamakan Kemanusiaan



“Kalau enggak keras dan enggak mungkin meninggal. Pada Jumat [18/11/2022] orang tua sempat menjenguk D, masih sehat dan baik-baik saja,” tambahnya.

Ia menambahkan ibu korban sendiri masih syok dan terus menangis karena anak semata wayangnya telah meninggal dunia. Ia berharap kasus ini bisa diusut secara tuntas dan seadil-adilnya.

“Biar ada efek jera, kalau Ponpes dengan masih dengan model seperti ini, sudah banyak kejadian juga. Tidak sepantasnya santri meninggal dunia karena dipukul,” terang Nurhuda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya