SOLOPOS.COM - JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya SIDANG GERBONG KA- Terdakwa, Yoga Prasetya (kiri), didampingi penasehat hukum mengikuti sidang kasus penjualan gerbong kereta api kuno di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (25/6/2012), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi manager konservasi non bangunan PT KAI, Eisya Ibrahim.

JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya  SIDANG GERBONG KA- Terdakwa, Yoga Prasetya (kiri), didampingi penasehat hukum mengikuti sidang kasus penjualan gerbong kereta api kuno di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (25/6/2012), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi manager konservasi non bangunan PT KAI, Eisya Ibrahim.

JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya
SIDANG GERBONG KA- Terdakwa, Yoga Prasetya (kiri), didampingi penasehat hukum mengikuti sidang kasus penjualan gerbong kereta api kuno di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (25/6/2012), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi manager konservasi non bangunan PT KAI, Eisya Ibrahim.

SOLO–Majelis hakim yang menyidangkan terdakwa mantan kepala Stasiun Depo Solo, Yoga Prasetyo, 53,  kecewa dengan keterangan saksi, Esya Ibrahim, saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Senin (25/6/2012). Sebab, saksi yang merupakan manajer konservasi non bangunan kerap berucap tidak tahu saat menjawab pertanyaan majelis hakim.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

“Saksi didatangkan ke sini (pengadilan) dengan tujuan memberikan keterangan banyak hal terkait kereta kuno, tapi jawabnya malah tidak tahu. Lokasi penyimpanan kereta yang hilang saja tidak tahu, Hla bagaimana anda bisa menandatangi BAP dan keterangan lainnya,” papar ketua majelis hakim, Elly Endang Dahliani, dengan nada kecewa saat persidangan di PN Solo.

Dengan nada gugup, saksi berdalih apa yang ditanyakan majelis hakim memang bukan kewenangannya. “Maaf yang mulia, kalau letak kereta kuno itu ya di kawasan Depo Stasiun Jebres. Tapi darimana kereta kuno itu berasal, saya tidak tahu,” timpal Esya Ibrahim.

Dalam keterangan di persidangan, Esya memaparkan bahwa dua unit kereta kuno sudah didata oleh PT KAI pusat. Namun, status kereta kuno itu belum terdaftar sebagai benda cagar budaya. “Sesuai dengan tupoksi saya, barang itu telah kami data sekitar 2010 lalu. Saya mengganggap kereta itu memiliki keunikan dan sejarah karena umurnya lebih dari 50 tahun. Namun, kami belum pernah mengusulkan untuk didaftarkan menjadi BCB,” terang Esya dihadapan majelis hakim.

Saat disinggung mengenai kerugian materiil dua unit gerbong yang diduga pernah dijual oleh terdakwa, Esya memaparkan tidak tahu. “Nilai ekonomis kereta itu saya tidak tahu. Ada kewenangan orang yang menjawab dari PT KAI,” jelas Esya.
Dalam keterangan tersebut, Esya juga tidak tahu menahu mengenai rencana kereta kuno itu hendak dibawa ke museum di Stasiun Ambarawa, Semarang. “Siapapun tidak berhak untuk memindahkan atau menjual barang yang menjadi kewenganan PT KAI. Harus ada izin kepala stasiun setempat serta disetujui oleh pihak PT KAI,” terang Esya.

Semua keterangan saksi tidak dibantah terdakwa yang didampingi kuasa hukum, Ahmad Rizal. Sidang tersebut dihadiri oleh jaksa penuntut umum (JPU), Budi Sulistyo dan Ana May Diana.

Seperti diketahui, terdakwa dugaan kasus penjualan dua unit kereta api (KA) kuno dan satu unit forklift), Yoga Prasetyo, 53, diancam dengan hukuman lima tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya