SOLOPOS.COM - Hadi Poernomo saat masih jadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (Rachman/JIBI/Bisnis)

Kasus pajak BCA dengan tersangka Hadi Poernomo mengajukan gugatan praperadilan.
Solopos.com, JAKARTA — Tersangka bekas Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak pada periode 2002-2014, Hadi Poernomo telah membacakan permohonan gugatan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hakim tunggal praperadilan Aswandi. Sementara anggota Biro Hukum KPK Yudi Kristiana menyebut kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai triliunan rupiah.
Dalam permohonannya, Hadi menilai permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) tidak masuk dalam objek penyidikan tindak pidana korupsi.
Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut menjelaskan bahwa keberatan pajak yang diputuskan sebagai keputusan administratif dan belum final (on going process) adalah kebijakan Dirjen Pajak yang tidak dapat dipidanakan, karena menurut Hadi pemutusan keberatan pajak PT BCA tersebut melekat pada kewenangan Dirjen Pajak.
Hadi mengatakan dalam perkara pajak, pemutus keberatan pajak hanya dapat dipidanakan jika telah terjadi tindak pidana penyuapan terhadap Dirjen Pajak.
 
“Pemidanaan atau pemutus keberatan pajak akan mengakibatkan pemutus keberatan pajak tidak akan berani mengambil keputusan, sehingga dalam praktik pemutus keberatan pajak hanya dapat dipidanakan apabila terjadi suap penyuap,” tutur Hadi saat membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5/2015).
Selain itu, Hadi juga menjelaskan menurut hukum keberatan pajak bukan objek penyidikan pajak karena keberatan pajak bukan merupakan perbuatan pidana, namun upaya hukum yang bersifat administratif dan belum final apabila masih terjadi sengketa pajak.
“Terhadap keputusan pajak atas keberatan pajak, apabila di kemudian hari dipandang salah, wajib diperbaiki dan dibatalkan atau diterbitkan keputusan baru oleh Dirjen Pajak,” kata Hadi.
Selain itu, Hadi juga menuturkan bahwa secara hukum, perkara dugaan tindak pidana korupsi keberatan pajak yang dilakukan PT BCA pada tahun 1999 lalu, belum terbukti merugikan keuangan negara. Bahkan menurut Hadi, perkara tersebut juga belum dapat dibuktikan telah merugikan perekonomian negara.
Pasalnya, keberatan pajak tersebut menurut Hadi merupakan kegiatan on going process yang dari waktu ke waktu dapat dilakukan perbaikan oleh Dirjen Pajak, dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) sesuai dengan Pasal 15 undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang KUP.
“Sebagaimana dimaksud oleh Pasal 15 undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang KUP, dapat diperbaiki atau dibetulkan sebagaimana dimaksud Pasal 16 undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang KUP dan dapat dibatalkan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (1) huruf b undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang KUP,” kata Hadi.
Kasus Korupsi
Menanggapi hal tersebut, anggota Biro Hukum KPK Yudi Kristiana menilai bahwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi keberatan permohonan pajak tersebut telah terjadi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Dirjen Pajak Hadi Poernomo pada saat itu.
Menurut Yudi, jika ada penyalahgunaan kewenangan yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara, maka harus tunduk pada tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK untuk menanganinya.
“Kalau konstruksi yang disampaikan pemohon kita ikuti, maka di perpajakan bahkan di perbankan disitu ada sanksi pidananya,” tutur Yudi.
 
Menurut Yudi, KPK telah melakukan terobosan baru dalam menangani tindak pidana korupsi yang ada dibalik kebijakan pajak, seperti yang dilakukan Hadi Poernomo dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi keberatan pajak yang dilakukan PT BCA. Yudi meyakini saat ini, tidak sedikit perbuatan tindak pidana korupsi yan?g bersembunyi dibalik setiap kebijakan pemerintah, seperti dalam kasus pajak Hadi Poernomo dan kebijakan-kebijakannya.
 
“?KPK mau mengungkap? korupsi yang bersembunyi dibalik kebijakan pajak. Penyalahgunaan kewenangan bersembunyi di balik kebijakan pajak. Poin utamanya disitu,” kata Yudi.
Yudi membantah tidak ada kerugian negara dalam perkara pajak yang diajukan PT BCA tersebut?, Yudi menjelaskan bahwa kerugian negara dalam kasus pajak tersebut mencapai angka triliunan di tahun 1999 lalu. Saat ini menurut Yudi, pihak KPK masih melakukan penghitungan kerugian negara dalam perkara tersebut dan baru ditemukan kerugian negara sebesar Rp375 miliar.
 
“Perhitungan sedang proses. Ada sekitar Rp375 miliar kerugian negara tapi lebih besar lagi yaitu mencapai triliunan,” tukasnya.
Seperti diketahui tersangka mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut diduga terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi permohonan keberatan pajak yang telah diajukan PT Bank Central Asia (BCA) dan diduga telah membobol keuangan negara sebesar Rp375 miliar.
Hadi Poernomo sebelumnya juga telah memenuhi sidang praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka, pekan lalu. Namun, pihak KPK menunda sidang praperadilan tersebut, lantaran masih belum menyiapkan barang bukti dan saksi ahli yang akan digunakan pada sidang praperadilan nanti untuk menjawab semua permohonan praperadilan yang akan dibacakan Hadi Poernomo dalam sidang praperadilan.
Hadi Poernomo merupakan tersangka KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi permohonan keberatan pajak yang telah diajukan PT Bank Central Asia (BCA) dan tengah menjerat Dirjen Pajak periode 2002-2014 sebagai tersangka.
 
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah menjerat mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut mulai disidik KPK setelah Hadi Poernomo diketahui telah melakukan penyalahgunaan kewenangan. Pada waktu itu, Hadi Poernomo memerintahkan Direktur Pajak Penghasilan (PPh) mengubah hasil kesimpulan Direktorat PPh terhadap permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan PT Bank BCA. Dalam perkara pajak PT Bank BCA tersebut, KPK menduga telah timbul kerugian negara sebesar Rp375 miliar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya