SOLOPOS.COM - Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo (JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka ikhwal kasus pajak PT Bank BCA. Hadi disangka telah melakukan beberapa perbuatan merugikan keuangan negara semasa menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak.

Kasus ini berawal pada 17 Juli 2003 saat Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non perfomance loan (NLP) senilai Rp5,7 triliun kepada Direktur Pajak Penghasilan (Pph) Direktorat Jenderal Pajak. Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet mereka waktu itu mencapai Rp5,7 triliun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Pada 13 Maret 2004 Direktur Pph mengirim surat pengantar risalah keberatan langsung kepada Dirjen Pajak yang berisi telaah dan kesimpulan. Kesimpulan itu langsung ditujukan berupa surat pengantar risalah keberatan. Adapun hasil telaahnya berupa kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak PT BCA ditolak,” ujar Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).

Ekspedisi Mudik 2024

Meskipun Direktuh Pph menolak, Hadi Purnomo yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Pajak pada 17 Juli 2004 mengubah kesimpulan menjadi menerima seluruh permohonan PT Bank BCA. Yang mencurigakan kesimpulan itu dikeluarkan satu hari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak Bank BCA pada 18 Juli 2004.

“Kemudian saudara HP [Hadi Poernomo] mengeluarkan SKPN [surat ketetapan pajak nihil], tanggal 18 Juli 2004 yang memutuskan menerima seluruh permohonan wajib pajak, sehingga tidak ada cukup waktu bagi Dirjen PPH untuk menelaah,” jelas Abraham.

Hal mencurigakan lainnya, Hadi Poernomo justru mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang sama oleh bank lain. Padahal kecenderungan kasus sama. “Di sinilah duduk persoalan kasus tersebut,” ujarnya.

Masalah lain adalah, tahun pajak yang dibebankan kepada Bank BCA adalah tahun 1999. Namun, BCA baru mengirimkan surat keberatan pada 2003.

Untuk itu, sejauh ini KPK masih mendalami ada tidaknya penerimaan yang diterima oleh Hadi Poernomo terkait kasus ini.  KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp375 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya