SOLOPOS.COM - Penyidik KPK Novel Baswedan (kedua kiri) menjalani sidang perdana praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/5/2015). (JIBI/Solopos/Hafidz Mubarak A.)

Kasus Novel Baswedan telah dihentikan Kejakgung. Hal ini dinilai pengamat menunjukkan Polri tak cermat mengusut kasus itu.

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat penghentian kasus Novel Baswedan oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung) menunjukkan pengusutan perkara yang terjadi pada 2004 itu kurang cermat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Itu menunjukan polisi pada kerja awalnya kurang cermat dalam tentukan tersangka, karena kasusnya sudah cukup lama dan mencari alat bukti tidak mudah, terutama proyektil yang hilangkan nyawa,” katanya saat dihubungi Bisnis/JIBI, Jakarta, Senin (22/2/2016). ‘

Selain itu, Bambang menilai jika dikaitkan dengan kasus Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, Polri terkesan bekerja dalam pengaruh politis karena bertepatan dengan penetapan tersangka Komjen Pol. Budi Gunawan. Menurut dia polisi sebagai penegak hukum seharunya bekerja profesional dan independen.

“Sudah wajar dihentikan lantaran kasus sudah lama tapi dipaksakan jadi polemik politis, bukan polemik hukum,” katanya.

Dia menambahkan dalam hukum jika landasannya tidak benar maka akan memunculkan kebingungan dan memunculkan pertanyaan. Kalau kasus tidak cukup bukti kenapa polisi tidak menghentikan penyidikan, kemudian kenapa bila cukup bukti mengapa kejaksaan menghentikan perkara tersebut.

“Kalau begitu ada apa? hubungan jaksa dan polisi ada kontradiksi mana yang tidak profesional dan tidak. Padahal harus satu gerak yaitu polisi, jaksa, dan hakim,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti mengungkapkan pihaknya ingin kasus Novel Baswedan sampai di pengadilan guna membuktikan apakah benar polisi mengkriminalisasi atau tidak. “Kepastian hukum itulah yang diharapkan sehingga ada keadilan supaya masyarakat bisa tahu. Karena penegakan hukum itu tidak hanya sekadar menegakkan hukum, ada fungsi preventif, edukasi, dan rehabilitasi,” katanya.

Saat disinggung soal deponering atau penghentian perkara itu berarti tidak memberikan kepastian hukum, Kapolri mengatakan biarlah masyarakat yang menilai. “Masyarakat bisa menilai,” katanya.

Menurut perwira tinggi ini, deponering dan penghentian penuntutan itu merupakan kewenangan Jaksa Agung yang telah diatur undang-undang. Dengan demikian ada argumentasi dan naskah akademisnya terkait kewenangan tersebut. “Tentu ada hal tertentu kenapa jaksa diberikan kewenangan itu. Undang-undang merupakan tuntunan yang mesti diikuti,” kata Badrodin.

Kasus Novel pernah mencuat saat terjadi konflik KPK vs Polri pada 2012 saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011 dengan tersangka Irjen Pol. Djoko Susilo. Sempat ditunda di era Presiden SBY, kasus mengemuka kembali kala KPK menetapkan tersangka mantan Kalemdikpol Komjen Pol. Budi Gunawan dan disusul pimpinan KPK lainnya seperti Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya