SOLOPOS.COM - Purnomo Yusgiantoro (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Kasus korupsi kondensat terus melebar. Bahkan, dua mantan menteri era Presiden SBY berpeluang diperiksa.

Solopos.com, JAKARTA — Bareskrim Polri berpeluang akan memeriksa Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro terkait dugaan korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat jatah negara oleh BP Migas (kini SKK Migas) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

“Nanti kita periksa,” kata Kabareskrim Komjen Pol. Budi Waseso di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (15/5/2015).

Kabareskrim menegaskan pihaknya tidak takut memeriksa siapa pun yang dinilai memiliki kaitan dalam proses penjualan kondensat milik negara tersebut saat itu. “Kita berani [periksa] siapa saja yang berkaitan dengan itu,” kata mantan Kapolda Gorontalo itu.

Buwas–sapaan akrab Budi Waseso–menambahkan pekan depan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana korupsi bernilai Rp2 triliun tersebut.

Penyidik Bareskrim mencurigai adanya intervensi Kementerian ESDM dalam dugaan penjualan kondensat oleh PT TPPI. Berdasarkan pemeriksaan para saksi dari unsur SKK Migas dan PT TPPI, diketahui penjualan kondensat sudah berlangsung sejak Maret 2009.

Namun pada Januari 2008, BP Migas menolak menyetujui penjualan kondensat oleh PT TPPI lantara kondisi keuangan perusahaan bermasalah. Dalam perjalanannya, BP Migas malah menyetujui penjualan kondensat tersebut. Karena itu, penyidik menduga melunaknya sikap BP Migas itu karena intervensi dari Kementerian ESDM.

Sementara itu, penyidik juga tak menampik bahwa dalam penjualan kondensat tersebut terdapat surat persetujuan dari Kementerian Keuangan. “Memang ada surat dari Kemenkeu,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Victor Edi Simanjuntak dua hari lalu.

Menurut Victor, isi surat dari Kemenkeu itu adalah terkait menyetujui cara pembayaran kondensat antara BP Migas dan PT TPPI. Tetapi, dalam surat itu tertulis pula persetujuan diberikan sepanjang melalui prosedur yang berlaku.

Bareskrim menduga korupsi kondensat dan pencucian uang itu merugikan negara hingga US$156 juta atau sekitar Rp2 triliun. Kasus terjadi ketika ada penjualan kondensat bagian negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan mekanisme penunjukan langsung.

Penunjukan tersebut ternyata menyalahi aturan keputusan BP Migas No. KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara. Kemudian, menyalahi pula Keputusan Kepala BP Migas No. KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Penunjukan langsung itu pun melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No. 25/2003.

Dalam kasus dugaan mega korupsi ini, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka. Di antaranya Djoko Harsono (DH), Honggo Wendratno (HW), dan Raden Priyono (RP). Demi pengembangan kasus, ketiganya bahkan sudah dicekal berpergian ke luar negeri.

Kendati demikian, ketiga tersangka itu belum diagendakan pemeriksaan sebagai tersangka karena penyidik akan berfokus pada pemeriksaan sejumlah saksi terlebih dahulu. Hingga saat ini, penyidik baru memeriksa sejumlah saksi yang berasal dari PT TPPI, Kemenkeu, dan SKK Migas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya