SOLOPOS.COM - Penyidik Bareskrim Polri menggeledah Kantor SKK Migas di Wisma Mulia, Jakarta, Selasa (5/5/2015). Bareskrim Polri menggeledah kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terkait penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang terkait dengan penjualan kondensat bagian negara oleh SSK Migas kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) pada Tahun 2009-2010 dengan kerugian negara kurang lebih 2 triliun rupiah. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Kasus korupsi kondensat bukan hanya melanggar ketentuan, tapi juga mengabaikan perintah JK yang menjadi Wapres saat itu.

Solopos.com, JAKARTA — Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Victor Edi Simanjuntak menyatakan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) mengabaikan perintah Wakil Presiden saat itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saat itu, Jusuf Kalla (JK) memerintahkan PT TPPI menjual kondensat negara yang dipasok dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) ke Pertamina. “Tapi tidak dijual ke Pertamina,” katanya di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (26/5/2015).

Saat disinggung pihak mana yang menerima kondensat jatah negara itu, Victor mengaku telah mengetahui pihak-pihak penerima kondensat tersebut. Namun dia hanya menyebut PT TPPI menjualnya ke pihak di dalam dan luar negeri.
“Ada dari dalam dan luar negeri,” katanya.

Penyidik akan mengusut dugaan penyelewengan yang dilakukan PT TPPI tersebut. Victor mengatakan jika PT TPPI menuruti perintah Wapres, maka setidaknya perusahaan tersebut dapat menutupi utang kepada Pertamina. Kendati demikian, Victor menegaskan Wapres saat itu bukan lah pihak yang memerintahkan penjualan kondensat ke PT TPPI.

“Bukan menyuruh dari wpres, kalau TPPI yang ditunjuk minyaknya itu prioritas ke Pertamina,” katanya. Lebih jauh Victor mengatakan meski Wapres mengeluarkan kebijakan itu, pihaknya belum berniat memanggil Jusuf Kalla. Sebab, kata Victor, belum dibutuhkan dala proses penyidikan. “Kalau tidak butuh ngapain dipanggil,” katanya.

Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang berawal ketika adanya penjualan kondensat bagian negara oleh BP Migas (kini SKK Migas) kepada PT TPPI pada 2009 hingga 2010 dengan mekanisme penunjukan langsung.

Penunjukan tersebut menyalahi aturan keputusan BP Migas No. KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara. Hal itu juga menyalahi Keputusan Kepala BP Migas No. KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Penunjukan langsung itu pun melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka. Diantaranya DH, HW, dan RP tapi ketiga tersangka belum diagendakan pemeriksaan sebagai tersangka, karena penyidik akan berfokus pada pemeriksaan sejumlah saksi terlebih dahulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya