SOLOPOS.COM - Penyidik Bareskrim Polri menggeledah Kantor SKK Migas di Wisma Mulia, Jakarta, Selasa (5/5/2015). Bareskrim Polri menggeledah kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terkait penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang terkait dengan penjualan kondensat bagian negara oleh SSK Migas kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) pada Tahun 2009-2010 dengan kerugian negara kurang lebih 2 triliun rupiah. (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Kasus korupsi kondensat ditangani Polri. Sebanyak 26 sertifikat tanah dan bangunan disita polisi karena diduga terkait TPP kondensat.

Solopos.com, JAKARTA – Polri memblokir 26 sertifikat tanah dan bangunan yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi kondensat jatah negara oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Victor Edi Simanjuntak mengatakan sebanyak 26 sertifikat tersebut diduga aset hasil pencucian uang dari penjualan kondensat jatah negara yang tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Bogor, dan Depok.

Namun, Victor masih merahasiakan identitas pemilik aset-aset tersebut.

” Yang jelas sudah memblokir 26 sertifikat tanah dan tanah bangunan [rumah]. Namanya jangan lah [diungkap],” kata Victor di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Menurut Victor, aset itu berasal dari pihak SKK Migas dan PT TPPI serta kemungkinan bakal merembet ke pihak lain yang terkait kasus korupsi tersebut.

Meskipun begitu pihaknya akan terus menelusuri aset-aset yang diduga pencucian uang tersebut. “Ada nanti kebuka dari beberapa orang, yang jelas bukan dari tiga tersangka,” kata dia.

Victor mengatakan bisa saja aset tersebut bukan berasal dari tersangka. Menurut dia dalam pidana pencucian uang terdapat pelaku pasif yang menjadi penampung hasil pencucian uang seperti dalam bentuk aset.

“Pelaku pasif itu yang ikut menikmati, ” kata dia.

Dia menambahkan pelaku pasif yang ikut menikmati kemungkinan besar dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang.

Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang berawal ketika adanya penjualan kondensat bagian negara oleh SKK Migas kepada PT TPPI pada kurun waktu 2009 hingga 2010 dengan mekanisme penunjukan langsung.

Penunjukan tersebut ternyata menyalahi aturan keputusan BP Migas No. KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara. Kemudian, menyalahi pula Keputusan Kepala BP Migas No. KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Penunjukan langsung itu pun melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU No.15 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003.

Penyidik sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, masing-masing berinisial DH, HW, dan RP.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi seperti mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Dirjen Migas Evita Legowo, dan sejumlah saksi lainnya.

Bareskrim juga sudah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna menelusuri aliran dana dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2 triliun tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya