SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/Solopos/dok)

Pemberantasan korupsi terus digemakan KPK. Kini lembaga tersebut menyoroti dugaan korupsi di sektor kelautan.

Solopos.com, SEMARANG—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti kebocoran penerimaan uang negara dari rendahnya kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP dalam pengelolaan sumber daya alam sektor kelautan yang hanya sebesar rata-rata 0,3% per tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Plt. Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan kontribusi PNBP dari sektor perikanan dalam kurun lima tahun terakhir hanya sekitar 0,02% terhadap total penerimaan pajak nasional.

Padahal, dilihat dari nilai produksi perikanan laut pada 2013, 2012, dan 2011 berturut-turut adalah sebanyak Rp77 triliun, Rp72 triliun, dan Rp64,5 triliun. Faktanya, papar Johan, PNBP sumber daya perikanan tidak sebesar nilai produksi ikan laut seperti terdata.

Data KPK menyebutkan, pada 2013, 2012, dan 2011, PNBP sumberdaya perikanan berturut-turut hanya sebesar 0,3% atau Rp229 miliar, 0,3% atau Rp215 miliar dan 0,29% atau Rp183 miliar.

“Ada beberapa potensi dari kelautan yang tidak masuk negara. Makanya, kami harap ada koordinasi antara kementerian terkait dengan pemerintah daerah karena terjadi aturan tumpang tindih,” paparnya di sela-sela rapat Monitoring dan Evaluasi (monev) Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN- Penyelamatan SDA) Indonesia di Semarang, Selasa (18/5).

Dia mengatakan pengelolaan SDA sektor kelautan selama ini dinilai kurang maksimal. Oleh sebab itu, KKP diharapkan dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan sejumlah pembenahan dalam penerimaan PNPB.

Menurut Johan, kegiatan untuk pembenahan di sektor kelautan merupakan upaya KPK dalam menjalankan fungsi mekanisme pemicu untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA sektor kelautan.

“KPK masuk di sektor kelautan pada awal 2015. Pada awal tahun baru kami mendeteksi jumlah kapal yang berlaut di Indonesia kebanyakan tidak berizin,” ujarnya.

Selain itu, berdasarkan data umum perpajakan pemilik kapal (Data Pemilik Kapal > 30 GT, per Januari 2015) dari Direktorat Jenderal Pajak, jumlah pemilik kapal yang telah memperoleh izin mencapai 1.836.

Dari jumlah itu, pemilik kapal yang telah memperoleh izin, hanya 1.204 yang memiliki NPWP. Sisanya, 632 pemilik kapal, belum teridentifikasi NPWP-nya.

Berdasarkan temuan di atas, Johan mengatakan hampir semua data pada dokumen kapal perikanan tidak sesuai dengan data hasil verifikasi di lapangan, antara lain ukuran panjang, lebar dan dalam kapal, jenis, nomor dan kekuatan mesin.

“Beberapa kapal ada yang berbeda tanda selarnya, atau melakukan pergantian kapal untuk nama yang sama,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah bakal menata ulang izin kapal penangkap ikan berukuran 10-30 GT dengan tujuan untuk mencegah pencurian ikan (illegal fishing).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, Lalu Muhammad Syafriadi mengatakan penataan kembali izin kapal penangkap ikan sebagai bentuk dukungan terhadap terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, tentang moratorium dan penindakan kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
“Dugaan sementara ada ribuan kapal yang melakukan pencurian ikan,” kata Lalu.

Secara teknis, paparnya, proses perizinan kapal penangkap ikan cukup panjang. Kendati demikian, pemilik kapal harus memenuhi dan melengkapi 17 surat izin yang tiga di antaranya dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Adapun, sisanya wewenang Dinas Perhubungan, dalam hal ini administrasi pelabuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya