SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Sidang kasus dugaan korupsi kas daerah (kasda) Sragen 2003-2010 dengan terdakwa mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (21/8/2019).

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Koeshardjono (mantan Sekda Sragen), Sri Wahyuni (mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah atau BPKD Sragen), serta Widodo (mantan Direktur BPR Djoko Tingkir Sragen).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara mantan Bupati Sragen Untung Wiyono dan mantan kepala BPKD Sragen Adi Dwi Jantoro berhalangan hadir. Dari keterangan para saksi itu terungkap Agus mengajukan kasbon dari dana kasda yang diagunkan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Djoko Tingkir Sragen dengan alasan untuk operasional di luar kedinasan. Pengajuan kasbon itu dilakukan enam kali.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen, Agung Riyadi, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (23/8/2019), mengatakan dalam sidang saksi Koesharjono membenarkan adanya uang kasda yang diagunkan di BPR Djoko Tingkir atas namanya, namun atas perintah Bupati Untung Wiyono.

Dalam salah satu forum pertemuan antarpejabat yang juga dihadiri Agus Fatchur Rahman di Pendapa Rumdin Bupati Sragen, kata Koeshardjono, Bupati Untung Wiyono pernah berpesan dana kasda itu bisa dicairkan apabila diperlukan.

“Kendati begitu, keterangan dari Koeshardjono itu dibantah Agus Fatchur Rahman yang menyebut dia sejak awal tidak mengetahui adanya uang kasda yang diagunkan di BPR Djoko Tingkir,” terang Agung.

Koeshardjono juga menyampaikan adanya pengajuan kasbon enam kali dari Agus Fatchur Rahman. Menurut Koesharjono, Agus mengajukan pencairan kasbon tersebut untuk keperluan operasional di luar tugas kedinasan.

Setelah cair, dana itu diserahkan Koeshardjono kepada Sri Wahyuni lalu diteruskan kepada ajudan wakil bupati pada waktu itu. Untuk diketahui, saat itu dana operasional wakil bupati ditetapkan senilai Rp250 juta.

“Pak Koes mengatakan itu bukan dana operasional wakil bupati sebab kalau dana operasional wakil bupati mekanisme pencairannya tidak seperti itu [tidak perlu memakai kasbon], melainkan harus melalui pengisian formulir dan urusan administrasi lainnya,” jelas Agung Riyadi.

Kalau itu dana operasional wakil bupati, lanjut Agung, dana itu harus disertai surat pertanggungjawaban (SPj). “Karena bukan dana operasional wakil bupati, tidak perlu ada pengisian formulir, surat-surat tertentu maupun SPj sebagai kelengkapan administrasi,” terang Agung Riyadi.

Sementara itu, mantan Direktur BPR Djoko Tingkir Sragen Widodo menjelaskan total dana kasda yang dijadikan agunan di BPR Djoko Tingkir senilai Rp29 miliar. Akan tetapi, jumlah uang yang dipinjam Pemkab Sragen senilai Rp36,9 miliar atau lebih besar dari uang kas yang diagunkan.

Setelah diangsur hingga beberapa kali, terdapat kredit macet senilai Rp11,2 miliar yang akhirnya menjadi kerugian negara dalam kasus korupsi kasda Sragen.

“Dari kerugian negara senilai Rp11,2 miliar itu, sebagian besar sudah dibayarkan oleh Pak Untung Wiyono. Namun, masih ada kekurangan Rp604 juta. Itu yang jadi dasar kami menelusuri ke mana uang itu larinya,” jelas Agung Riyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya