SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BANTUL—Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang terjadi dalam ranah domestik dan dilakukan oleh anggota keluarga (incest) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan kian mengkhawatirkan.

Di Bantul misalnya, hingga bulan sepuluh tahun ini, dari pantauan Harian Jogja terdapat dua kasus incest. Kasus itu masih ditambah satu lagi dilakukan oleh guru.  Pada April lalu, seorang siswi MAN Wonokromo dengan didampingi lembaga yang concern pada perlindungan perempuan dan anak, Rifka Anissa melaporkan tindakan pencabulan yang dilakukan oleh guru olah raganya ke Polres Bantul. Kasus ini sekarang masih dalam proses di pengadilan. Belum ada amar putusan dari majelis hakim.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal tindakan tidak senonoh itu terjadi Oktober tahun lalu. Siswa tersebut baru berani mengadu setelah mendapatkan pelatihan tentang pengetahuan seksualitas dari Rifka Anissa di sekolahnya.

Kasus berikutnya terjadi Mei lalu, menimpa seorang gadis di bawah umur yang berulangkali dicabuli ayah tirinya hingga hamil. Saat ini anak yang ada dalam kandungannya telah lahir dan diasuh oleh seorang polisi.

Ekspedisi Mudik 2024

Kasus lainnya terjadi pada Agustus 2011. Sarijo, 55, warga Dusun Nogosari II Wukirsari, Imogiri ditangkap polisi sektor Imogiri karena memperkosa anaknya sendiri. Kini dia menjadi tahanan Mapolsek Imogiri dan menunggu mulainya persidangan. 18 Bulan sebelum penangkapan, adalah bulan pertama Sarijo menggauli putri pertamanya dari istri keduanya. Awal Agustus lalu korban beserta perangkat desa melaporkan tindakan ayahnya tersebut pada polisi. Hingga akhirnya malam itu juga, Sarijo ditangkap.

Sementara itu kasus incest di Kabupaten Gunungkidul belakangan justru kerap terjadi di Kecamatan Semin. Padahal menurut Badan Pemberdayaan, Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Gunungkidul tiga kecamatan yang rawan dan menjadi perhatian adalah Saptosari, Semanu dan Tepus.

Kasus terakhir terjadi di Kecamatan Semin pada pertengahan Oktober lalu. Seorang gadis remaja warga Kecamatan Semin melapor ke Mapolres Gunungkidul. Ia mengaku mengalami tindakan pencabulan yang dilakukan Bejo Triswanto, yang tak lain merupakan ayah tiri korban.

Informasi yang dihimpun Harian Jogja, menyebutkan korban telah berkali-kali mendapatkan pelecahan seksual sejak korban duduk di bangku kelas satu kelas VI sekolah dasar (SD) dan terakhir kali dilakukan pada pertengahan bulan Agustus tahun lalu. Lantaran tidak kuasa menahan derita pada awal September lalu,  gadis yang kini duduk di bangku kelas dua SMP itu kemudian sempat melarikan diri. 

Saat ini pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka, sayang pelaku berhasil melarikan diri dan masih dalam pengejaran polisi.

Takut lapor
Menurut data yang didapatkan dari Unit Pelayanan, Anak dan Perempuan (UPPA) Polres Gunungkidul, jumlah kekerasan seksual pada anak sejak bulan Januari hingga bulan Oktober ini terdapat 29 kasus, 17 di antaranya telah masuk kategori P21. Jumlah tersebut diprediksi bisa lebih banyak lantaran masih banyak warga yang enggan melapor kepada petugas kepolisian lantaran ada perasaan malu dan takut.

“Makin maraknya kekerasan seksual anak membuat kami melakukan pemantuan ekstra di tiga kecamatan Gunungkidul.  Yakni di kecamatan Tepus, Saptosari dan Semanu, kami menggandeng juga Didiskpora [Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga] dalam melakukan penyuluhan di kecamatan rentan tindak kekerasan seksual itu,” ujar Siti Isnaini Dekoningrum, Kabid Pemberdayaan, Perempuan dan Anak kepada Harian Jogja, pekan lalu.

Selain itu kata dia selain menggandeng pihak Didiskora, pihaknya juga merangkul beberapa TKW asal Gunungkidul untuk pernah mempunyai pengalaman mengalami tindak seksual sehingga diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang bahaya kekerasan seksual dalam rumah tangga.

“Beberapa sekolah pernah kami datangi untuk kami berikan penyuluhan sehingga kami harapkan mereka bisa menjadi lebih peka tentang bahaya kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Untuk memerangi tindak kekerasan dalam rumah tangga, menurutnya diperlukan adanya  kerjasama antara kepolisan sektor, kejaksaan. Pasalnya upaya tersebut harus dilakukan supaya dapat memberikan efek jera kepada para pelaku yang kebanyakan kasus di Gunungkidul pelaku tindak kekerasan tersebut adalah ayah tiri korban.

“Selama ini banyak anak atau ibu yang enggan melapor jika mereka mengalami kekerasan seksual, karena takut jika ayah tiri mereka dipenjara mereka akan terlantar karena tidak ada yang mencarikan nafkah. Seharusnya tidak demikian, mereka harus dilaporkan supaya memberikan efek jera. Kami juga siap membantu untuk menyekolahkan anak yang hamil karena tindak perkosaan  meski harus bersekolah di luar Gunungkidul,” terangnya.

Ibu bela ayah
Kasus incest yang kerap terjadi di DIY kebanyakan dilakukan oleh ayah kandung atau ayah tiri. Fenomena ini menurut Rina Widarsih, Koordinator Divisi Pendampingan Rifka Annisa karena ibu lebih memilih memerankan dirinya sebagai seorang istri yaitu dengan lebih memberikan pembelaan terhadap ayah (pelaku).

“Kebanyakan dalam kasus hubungan sedarah, ibu malah lebih membela pelaku yaitu ayah, anak biasanya disuruh menyembunyikan keadaan tersebut, disuruh diam, pura-pura tidak tau, mengecilkan kasus yang terjadi, atau bahkan melarang untuk pelaku tersebut dihukum, walaupun ada juga keluarga yang mendukung terutama jika itu keluarga besar,” terangnya.

Hal itu, imbuh dia disebabkan karenakan istri ingin lebih fit dalam kedudukannya. Dalam hal ini, terdapat ketergantungan seorang istri terhadap suaminya. Ketergantungan tersebut dapat berupa ketergantungan emosional seperti statusnya sebagai istri, kebutuhan seorang istri seperti nafkah dan lain-lain.

Dalam kasus incest, seorang ibu kadang bisa melakukan hal-hal yang berlebihan untuk membela suaminya, dan seolah tanpa memikirkan anaknya sebagai korban. Hal inilah yang semakin menimbulkan dampak buruk kepada korban.

“Pernah ada kasus dimana korban melaporkan pelaku (ayah) kepada polisi, ayah tersebut dihukum, tetapi ibunya malah menyuruh anak tersebut membebaskan, dan bahkan sampai membawa clurit untuk meminta pembebasan suaminya, hal ini ironis sekali,” imbuh Rina.

Perlakuan ibu yang lebih membela pelaku menyebabkan kasus incest sering terjadi berkelanjutan atau dalam kurun waktu yang lama. Itu juga mendorong pengulangan kasus yang serupa oleh pelaku yang sama kepada orang yang sama atau kepada orang yang berbeda. Selain itu, juga akan menimbulkan rasa tidak aman terhadap anak.

Menurut Indiah Wahyu Andari, Relawan Konselor Psikologi Rifka Annisa, prinsip terbaik dalam penanganan korban adalah support system (lingkungan yang mendukung) dengan tujuan utama memberikan rasa aman, mengurangi dampak traumatis, dan menghindari kejadian serupa. Sehingga, korban biasanya dipisahkan dengan rumah atau ayah dan ibu setidaknya untuk sementara waktu.

Adapun dalam kasus incest sendiri secara umum penyebabnya memang tidak dapat disimpulkan, karena kasus tersebut terjadi akibat hal-hal yang saling berkaitan. Faktor lain yang mendorong terjadinya incest adalah keadaan keluarga yang kurang baik dan didukung oleh hubungan dengan lingkungan sosial yang buruk pula.

“Dari beberapa kasus kita menemukan bahwa kebanyakan kasus incest terjadi karena hubungan suami istri yang tidak harmonis, ada kekerasan dalam rumah tangga, dan juga hubungan keluarga tersebut dengan lingkungan kurang sehat, sehingga masyarakat lebih cuek apabila terjadi kasus dalam keluarga itu,” papar Indiah.



Untuk itu, dalam mengantisipasi terjadinya kasus incest, Rina mengatakan kuncinya yaitu pada relasi. Diawali dengan memilih pendamping hidup yang benar-benar, sehingga nantinya melahirkan keturunan yang dapat sedikit demi sedikit memperbaiki keadaan yang ada.

“Kami lebih membina pada generasi muda atau cikal bakal generasi, karena kalau membina yang udah ada mungkin malah sulit,” kata dia. Selain itu, juga dengan menyetarakan relasi ayah dan anak. Walaupun memang tidak bisa benar-benar disetarakan tetapi secara peran ayah harus melindungi. Bukan malah menggunakan keunggulan fisik maupun pengaruh untuk melakukan kekerasan seksual.

Ia juga menghimbau kepada anak untuk berani mengungkapkan, berani menolak, dan berani melapor apabila ada hal-hal yang tidak biasa atau sentuhan-sentuhan yang tidak wajar. Hal itu agar kasus incest tidak terjadi berlarut-larut.
Imbauan segera lapor itu juga diutarakan oleh Ida Rochiwati, Psikiater di RSUD Wonosari. “Orangtua harus terbuka misalnya jika ada orang dewasa yang menyentuh bagian sensitifnya harus segera melapor,” ujarnya.

Sementara Kepala Sekolah MAN Wonokromo Mawardi melihat fenomena tingginya kasus pelecehan seks lantaran semakin berkembangnya teknologi sehingga arus informasi diterima oleh warga secara fulgar tanpa disertai pendidikan karakter yang sama besarnya. Di sekolahnya tiap tahun rencananya akan selalu bekerjasama dengan Rifka Anisa untuk memberikan pendidikan tentang seks.

“September kemarin untuk pertama kalinya kami selenggarakan. Idenya karena saya rasa pertemuan tatap muka di mata pelajaran agama masih kurang sehingga perlu ada pembekalan di luar itu,” kata Mawardi pekan lalu.(Harian Jogja/Kurniyanto, Andreas Tri Pamungkas & Eva Syahrani )

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya