SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, WONOGIRI–Sedikitnya 52 orang atau hampir 50% dari total penderita HIV AIDS di Wonogiri adalah perantau.

Selain perantau, data Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Wonogiri menyebut penderita HIV AIDS dari kalangan ibu rumah tangga juga cukup tinggi. Hal ini membuat Pemkab setempat berusaha melakukan proteksi warga dengan memberikan pemahaman mengenai HIV AIDS kepada kalangan ibu rumah tangga.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Bidang (Kabid) Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Suprio Heriyanto, mewakili Kepala DKK Wonogiri, Widodo, menjelaskan di Wonogiri sejak tahun 2005 tercatat ada 117 orang yang terjangkiti HIV AIDS.

Dari jumlah itu sebanyak 52 orang atau 44% ternyata merupakan perantau dan diduga mengidap virus mematikan itu saat berada di tanah rantau. Kalangan perantau ini berpotensi menularkan virus kepada keluarga intinya. Atas dasar temuan itu, Suprio menerangkan pihaknya bersama Komisi Penanggulangan AIDS Wonogiri mengarahkan sosialisasi kepada kalangan ibu rumah tangga.

“Makanya sosialisasi diarahkan kepada ibu rumah tangga. Seperti dalam Audiensi Program Penanggulangan HIV AIDS di Ruang Sukses Setda Wonogiri, Kamis [24/10], kami mengundang anggota PKK, Bhayangkari [organisasi istri polisi] dan Persit Kartika Candra Kirana [organisasi istri TNI]. Agar, ibu-ibu bisa menghadapi semua kemungkinan kalau dalam keluarga ada yang merantau. Ini bentuk kewaspadaan, bukan berarti semua,” terang Suprio, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (25/10/2013).

Menurut dia, sebenarnya upaya paling efektif mengetahui seorang perantau mengidap virus HIV AIDS atau tidak adalah dengan melakukan pemeriksaan. Namun, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV AIDS melarang instansi pemerintah, rumah sakit, maupun lembaga swasta memaksa seorang memeriksakan dirinya. Untuk itu, upaya merangkul kalangan ibu rumah tangga dianggap paling efektif.

Suprio mengatakan dalam kegiatan tersebut peserta diberi pengetahuan mengenai gejala seseorang terinfeksi HIV AIDS. Menurut dia, gejala penderita HIV AIDS baru muncul pada 3-10 tahun setelah terjangkiti. Sedangkan, pemeriksaan di laboratorium baru bisa mendeteksi ketika virus sudah menginfeksi penderitan 3-6 bulan. Para peserta kegiatan audiensi juga diberi informasi mengenai cara-cara apa saja yang bisa mencegah penularan HIV AIDS.

Lebih jauh, dia menyebut peningkatan pemahaman mengenai virus tersebut penting mengingat dari tahun ke tahun selalu ada temuan penderita HIV AIDS di Kota Gaplek. Tahun ini saja, DKK menemukan 30 penderita baru. Dengan tambahan tersebut, berarti ada 117 orang penderita HIV AIDS pernah ditemukan di Wonogiri. Dari jumlah itu 54% di antaranya sudah meninggal dunia. Sementara yang masih hidup saat ini terus menerima bantuan Pemerintah. “Satu orang dibantu biaya transportasi untuk berobat Rp500.000. Bantuan ini untuk mencegah penyakit berkembang lebih jauh,” ujar Suprio.

Dia menambahkan Pemkab Wonogiri berkomitmen membantu penderita HIV AIDS dengan menambah anggaran untuk penanganan penyakit ini senilai Rp51 juta pada APBD Perubahan 2013. Sebelumnya, dalam APBD 2013, Wonogiri hanya menganggarkan Rp15 juta.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Wonogiri, Suharno, mengingatkan masyarakat untuk menekan permasalahan sosial yang biasanya mengiringi terjadinya kasus HIV AIDS, yakni diskriminasi. Suharno juga menegaskan Pemkab berkomitmen memenuhi hak-hak kesehatan para penderita HIV AIDS. “Pemkab berusaha semaksimal mungkin memfasilitasi penderita HIV AIDS untuk berobat ke RSUD. Selain itu tentunya juga melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan,” kata Suharno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya