SOLOPOS.COM - Rina Iriani (JIBI/Solopos/Septian Ade Mahendra)

Solopos.com, SEMARANG — Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan terdakwa mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani, hendak menghindari proses hukum dengan melakukan perlawanan politik. Pernyataan JPU itu terungkap dalam lanjutan persidangan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum terdakwa Rina Iriani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (26/8/2014).

Menurut JPU Sugeng Riyanta, perlawanan politik yang dilakukan terdakwa dan penasihat hukumnya dengan melakukan lobi tingkat tinggi dengan cara mengadu kepada Komisi III DPR, pimpinan Kejaksaan Agung, dan Komisi Kejaksaan. ”Memperhatikan langkah dan gesture politik terdakwa dan penasihat hukumnya, hal ini menunjukkan jati diri dan niat terdakwa yang hendak menghindari proses hukum,” katanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Langkah dan cara yang ditempuh terdakwa, lanjut Sugeng sesungguhnya sangat primitif dan hanya akan mendapatkan tempat apabila negara dibangun dengan sistem totaliter. ”Bukan di negara Indonesia yang berdasarkan atas hukum serta menjunjung tinggi independence of judiciary,” tandasnya.

Sugeng menambahkan terdakwa kasus korupsi pembangunan perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar ini juga piawai untuk terus lepas dari proses hukum, sehingga selama empat tahun proses hukum terhadap Rina Irini berjalan alot. ”Kondisi ini menimbulkan perspektif negatif dari masyarakat, seolah-olah penegakan hukum hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas,” ujarnya.

Dengan membawa kasus Rina Iriani ke Pengadilan Tipikor, ujar dia, menjawab keraguan masyarakat serta menjawab pertanyaan apakah terdakwa merupakan pelaku, aktor utama atau bahkan korban dalam kasus korupsi GLA. ”Mari kita ikuti bersama dan menghormati prosesnya,” kata Sugeng.

Menanggapi keberatan dari penasihat hukum terdakwa Rina Iriani, bahwa surat dakwaan JPU tidak cermat, tidak jelas, dan kabur, Sugeng menyatakan tidak benar. ”Surat dakwaan disusun sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan,” ungkapnya.

Mengenai tudingan bukti surat rekomendasi Rina Iriani kepada Kementerian Negera Perumahan Rakyat nomor 518/2050.4 tanggal 22 Mei 2007 yang diajukan JPU palsu, karena hanya fotokopian, Sugeng menyatakan bukti surat telah digunakan dalam persidangan terdakwa kasus korupsi GLA, yakni Handoko Mulyono pada 2009.

”Rina yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Karanganyar tidak keberatan, tapi setelah ditetapkan sebagai tersangka, Rina melaporkan bukti fotokopian surat itu palsu ke Polda Jawa Tengah,” bebernya.

Dalam akhir pendapatnya, JPU memohon kepada majelis hakim memutuskan menolak keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa ”Menetapkan untuk melanjutkan persidangan dengan memeriksi dan mengadili terdakwa,” ujar Sugeng.
Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarno, menunda persidangan pada Selasa pekan depan dengan agenda pembacaan putusan sela.

”Kami mengingatkan kepada terdakwa untuk kooperatif, datang ke persidangan tanpa perlu adanya surat panggilan dari JPU,” ucap Sugeng. ”Siap majelis hakim,” kata Rina Iriani yang mengenakan hijab dan busana hijau.

Sementara itu, penasihat hukum Rina Iriani, M. Taufik, menyatakan dakwaan JPU error in persona dan mengabaikan perintah Jaksa Agung Muda Pengawasn Kejaksaan Agung. ”Dalil JPU dalam surat dakwaan adalah tidak benar dan tidak berdasar,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya