SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Kasus Bank Bali dengan terpidana Djoko Tjandra tak batal meski MK mengabulkan uji materi yang diajukan istrinya.

Solopos.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan status hukum Djoko Tjandra tetap buron. Meskipun sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali itu, Anna Boentaran.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Anna meminta jaksa tidak diperbolehkan mengajukan Peninjauan Kembali (PK), sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 263 ayat (1) UU No. 8/1981. Anna mengajukan uji materi tersebut karena merasa suaminya diperlakukan tidak adil.

Djoko sebelumnya telah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2001. Namun pada 2009, Mahkamah Agung (MA) memutus Djoko bersalah berdasarkan permohonan PK jaksa penuntut umum. “Tetap buron. Itu putusan MA masih sah,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah kepada Bisnis/JIBI, Rabu (18/5/2016).

Hal tersebut juga dibenarkan oleh juru bicara MK, Fajar Laksono. Menurut Fajar keputusan MK tidak berlaku surut, melainkan berlaku ke depan. Oleh karena itu putusan PK sebelum putusan MK adalah tetap sah.

“Termasuk dalam hal ini Djoko Tjandra. Statusnya sebagai terpidana tidak berubah, karena putusan PK diketok sebelum ada Putusan MK,” jelas Fajar.

Meski begitu, kejaksaan mengaku masih kesulitan untuk mengeksekusi buron sejak 2009 itu. Djoko diketahui saat ini telah mengganti kewarganegaraan menjadi Papua Nugini sejak 2012.

Bahkan menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Djoko telah memberikan sumbangan luar biasa ke Papua Nugini. Hal itu diakui Prasetyo mempersulit memulangkan Djoko karena sumbangan itu menurutnya akan membuat pemerintah Papua Nugini melindunginya.

Prasetyo berharap pemerintah Papua Nugini mau berkerja sama untuk segera memulangkan Djoko ke Indonesia. “Kalau mereka melindungi terus agak sulit bagi kita. Itu persoalannya,” tambah Prasetyo.

Djoko melarikan diri sejak 2009. Kala itu, ia pergi menggunakan pesawat dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, Papua Nugini. Dia melarikan diri seusai divonis bersalah oleh MA.

MA memvonis Djoko dengan hukuman penjara selama dua tahun karena dinilai turut serta melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda senilai Rp15 juta serta seluruh hartanya di Bank Bali senilai Rp546 miliar juga dirampas untuk negara. Pada 2012 Djoko sempat mengajukan PK atas putusan MA yang memvonis dirinya bersalah, tapi ditolak MA.

Adapun keputusan MK yang melarang jaksa mengajukan PK berdasarkan uji materi yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 263 ayat (1) UU No. 8/1981. Dalam Pasal itu tertulis bahwa “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya