SOLOPOS.COM - Akil Mochtar (Dok/JIBI/Solopos)

Akil Mochtar (JIBI/dok)

Akil Mochtar (JIBI/dok)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), selain tindak pidana korupsi yakni penerimaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Forum ekspose (gelar perkara) di KPK pada beberapa hari lalu setuju untuk meningkatkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU atas tersangka AM (Akil Mochtar),” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat di Jakarta seperti dilansir Antara, Sabtu (26/10/2013).

Akil disangkakan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ancaman pelanggar pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.

“KPK juga ingin mengucapkan terima kasi atas informasi yang diberikan publik atas aset dan kekayaan tersangka MA, juga tersangka lainnya seperti TCW (Tubagus Chaeri Wardana),” tambah Bambang.

Bambang memastikan bahwa KPK memblokir dan menyita aset dan rekening Akil. “Seluruh rekening yang diketahui KPK sudah diblokir dan sebagian aset yang sudah diketahui juga telah dilakukan upaya paksa sita,” ungkap Bambang.

Namun, pengacara Aki, Otto mengatakan penyitaan barang yang dilakukan KPK tidak ada kaitannya dengan pokok perkara karena melakukan penyitaan barang yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara.

“Persoalan sekarang barang diangkat (disita), dikembalikan, dan disita lagi, akan tetapi kepada Akil tidak pernah disebutkan (Pasal 12 B). Ini ke mana pasal ini? Dasar hukumnya di mana? Berarti sewenang-wenang,” kata Otto pada Jumat (25/10).

Otto bahkan menyatakan bahwa Akil dan tim pengacara belum diberi tahu tentang penerapan Pasal 12 B yang dijadikan pasal penyitaan dan penetapan Akil dengan sangkaan menerima gratifikasi.

Sebelumnya KPK sudah menerapkan pasal 12 huruf c atau pasal 6 ayat 2 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili pada 3 Oktober 2013.

Selanjutnya, Akil juga disangkakan pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya pada 16 Oktober 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya