SOLOPOS.COM - Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (Dok. Solopos.com)

AKIL MOCHTAR BEROMPI TAHANAN

Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merahasikan kasus baru menjerat Ketua nonaktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, meski sprindik telah dikeluarkan pekan lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal, biasanya penetapan sprindik dikeluarkan berdasarkan kasus tertentu yang diduga kepada tersangka yang bersangkutan.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan hingga saat ini pihaknya baru menduga Akil juga terlibat dalam kasus suap sengketa pilkada lainnya, namun belum diketahui sengketa untuk kasus apa.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurutnya, yang pasti dalam sprindik yang dikeluarkan KPK menyebutkan Akil terlibat dalam kasus suap lainnya. Saat ini, untuk kepastian kasusnya masih disidik oleh penyidik KPK.

Penetapan tersangka itu, katanya, berdasarkan hasil temuan KPK dalam pengembangan perkara suap yang menjeratnya.

“Penggeledahan, penyitaan, keterangan-keterangan yang dihimpun KPK, didapati beberapa temuan ada uang dan mobil,” kata Johan, Sabtu (19/10/2013).

Selain itu, menurutnya penetapan tersangka baru juga didasarkan atas, laporan hasil audit yang diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terkait dengan transaksi dari rekening Ketua nonaktif MK itu.

Ketika ditanyakan mengenai ketidaktahuan Akil dalam penetapan kasus baru itu, Johan juga berkilah yang bersangkutan akan segera diberitahu penyidik saat diperiksa nanti.

Dalam kasus baru itu, Akil dijerat dengan pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara itu, dalam kasus suap MK, KPK telah menetapkan sebanyak enam orang tersangka. Yaitu, dalam kasus suap pilkada Gunung Mas yakni AM (Akil Muchtar) yang merupakan ketua MK, dan CHN (Chairunnisa)  anggota DPR dari Fraksi Golkar. Keduanya, diduga sebagai penerima dan melanggar pasal 12c UU Tipikor juncto pasal 55 ke 1 KUHP.

Sedangkan HB (Hambit Bintih) yang merupakan Kepala Daerah dan CN (Cornelis Nalau) pengusaha swasta, selaku pemberi dan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf A UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Barang bukti yang disita dalam kasus itu yakni uang tunai senilai US$22.000 dan 284.050 dollar Singapura.

Sementara itu, dalam kasus suap pilkada Banten ditetapkan sebagai tersangka yakni STH (Susi Tut Handayani) dan AM (Akil Muchtar) selaku penerima suap, diduga melanggar pasal 12C UU Tipikor Juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, atau pasal 6 ayat 2 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Tersangka lainnya, yakni TCW (Tb Chaeri Wardhana) merupakan pemberi suap dan diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf A UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun barang bukti yang disita yakni uang senilai Rp1 miliar. Uang tersebut berupa pecahan seratus ribu rupiah, dan lima puluh ribu rupiah, yang disita di Lebak Banten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya