SOLOPOS.COM - Bambang Widjojanto (kiri) dan Abraham Samad (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Kasus Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) akan dideponering Jaksa Agung. Tapi, Komisi III DPR langsung menolaknya.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Hukum (Komisi III) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerima surat dari Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait permintaan pandangan rencana deponering atau pengesampingan perkara demi hukum bagi dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, Komisi III DPR belum merespons surat tersebut. Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menangani bidang hukum mengatakan surat tersebut akan dibahas dalam dua hari ke depan. “Pimpinan Komisi III akan rapat pleno dulu,” kata ketua Komisi III di gedung DPR, Kamis, 11 Februari 2016. “Setelah itu baru akan menentukan sikap,” tambahnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Bamsoet sapaan akrab untuk Bambang Soesatyo, menjelaskan awalnya surat itu ditujukan untuk pimpinan DPR, namun pimpinan mendelegasikannya ke Komisi III DPR. Bendahara Umum Partai Golkar versi munas Bali itu juga mengatakan surat itu datang pada Rabu (10/2/2016) sore.

Menurut Bamsoet, sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta saran DPR dianggap sudah benar. Dia menambahkan, dalam aturan deponering kejaksaan harus meminta pendapat lembaga lain. “Baru bisa menentukan sikap,” katanya.

Dari hasil rapat pleno yang digelar oleh Komisi III, Bamsoet mengatakan kesepuluh fraksi memutuskan untuk menolak deponering bagi AS dan BW. Bamsoet menjelaskan adanya beberapa pertimbangan yang menyebabkan Komisi III DPR menolak deponering kepada kedua mantan pimpinan KPK tersebut.

Menurut Bamsoet, Komisi III menilai tidak ada kepentingan umum untuk mendukung pemberian deponering. “Kami minta ke pimpinan DPR kembalikan ke kejaksaan,”

Dalam penjelasannya, loyalis Ade Komaruddin itu membandingkan kasus AS dan BW dengan kasus Bibit Chandra. Menurutnya saat itu Bibit Chandra masih menjabat sebagai pimpinan KPK sehingga bisa diberikan deponering. Hal ini berbeda dengan AS dan BW yang saat ini sudah bukan lagi menjadi pimpinan KPK sehingga deponering tidak perlu diberikan.

Meski demikian, Bamsoet memandang pemberian deponering merupakan hak preogatif Jaksa Agung. “Ini kewenangan Jaksa Agung dalam UU kejaksaan. Mau memberikan [deponeering] terserah, tapi DPR lihat tidak ada unsur penyampingan perkara tersebut,” tandasnya.

“Kami kembalikan hak sepenuhnya ke kejaksaan. Menjadi hak preogtif kejaksaan. Kan kita diminta saran. Mau dipakai atau tidak terserah,” tambahnya.

Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmon Junaedi Mahesa, mengatakan seluruh fraksi di komisi itu menolak pemberian deponering AS dan BW. Secara hukum, menurut Desmon, jika deponering disetujui artinya akan menjatuhkam institusi kepolisian.

“Berarti kita merusak hubungan kita dengan kepolisan.Kedua, gambaran deponering ini dengan gambaran yg ada, kita melihat tidak profesionalnya aparatur kejaksaan untuk menjalankan penyidikan dan penuntutan. Kayak orang frustasi,” ujarnya. Hal-hal tersebut, menurut pandangan Desmon, menjadi landasan mengapa Komisi III harus menolak deponering tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya