SOLOPOS.COM - Bambang Widjojanto (kiri) dan Abraham Samad. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

Kasus Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) diwacanakan bakal di-deponering yang merupakan hak prerogatif Jaksa Agung.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan deponering atau pengesampingan perkara demi kepentingan publik terkait kasus dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW), adalah hak prerogratifnya. Hal itu diatur dalam UU tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia bahwa deponering hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Meski begitu, Pasetyo mengatakan keputusan deponering AS dan BW akan dikeluarkan setelah mempertimbangkan pendapat-pendapat dari instansi-instansi negara yang memiliki hubungan dengan masalah tersebut. Sejauh ini, ia telah meminta pendapat dari DPR, Polri, dan Mahkamah Agung. Selain itu ia juga akan mempertimbangkan aspirasi publik.

“Semuanya akan dipertimbangkan, dan ini murni ya kewenangan Jaksa Agung. Tidak ada kaitannya dengan perintah kiri kanan,” katanya, Jumat (12/2/2016).

Prasetyo mengaku belum menerima secara resmi pendapat dari ketiga instansi itu. Meskipun ia telah mendengar kabar bahwa DPR telah sepakat menolak rencana deponering AS dan BW. Komisi III DPR beralasan kasus AS dan BW tidak ada kepentingan umum yang dapat dijadikan alasan mengesampingkan kasus. AS dan BW juga sudah tidak lagi menjabat sebagai pimpinan KPK. Selain itu deponering dianggap dapat merusak hubungan baik DPR dan Polri.

Pimpinan tertinggi Kejaksaan Agung juga menyadari bahwa banyak yang mempertanyakan alasan deponering kasus AS dan BW. Sebab kedua orang itu sudah tidak lagi menjabat sebagai pimpinan KPK.

Adapun pertimbangan untuk deponering kasus AS dan BW karena Prasetyo mempertimbangkan proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia khawatir mempidanakan pejabat atau penggiat anti korupsi dapat menurunkan semangat pemberantasan koruptor. “Itu subjektivitas Jaksa Agung berdasarkan fakta yang ada,” jawab Prasetyo saat ditanya alasan memilih deponering, bukan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2).

Berbeda dengan kasus AS dan BW, Prasetyo belum memutuskan nasib Penyidik KPK Novel Baswedan, walaupun Prasetyo beberapa waktu lalu mengatakan sudah ambil alih kasus Novel. Namun, ia belum bisa memutuskan opsi penyelesaian kasus Novel. Perlu diketahui, Novel dituntut dengan pasal penganiayaan dengan tuntutan di atas tiga tahun.

Sedangkan berdasarkan Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seseorang yang dituntut di atas 3 tahun, kasusnya akan kadaluarsa setelah 12 tahun. Kasus Novel sendiri sudah memasuki umur 12 tahun pada Februari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya