SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo alias Jekek, tengah diwawancarai wartawan di MPP Nyawiji Wonogiri, Selasa (27/12/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mendorong aparat penegak hukum agar menjerat kepala sekolah/madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diduga cabuli 12 murid dengan hukuman seberat-beratnya.

Ia menyebut kasus pencabulan 12 murid madrasah ibtidaiah atau MI di salah satu kecamatan sebagai tindakan ironis. Bupati yang akrab disapa Jekek itu mengatakan kasus pencabulan itu menunjukkan adanya kemerosotan moral dari sisi pelaku yang notabene pendidik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di sisi lain, belum masifnya pendidikan seksual yang diajarkan kepada anak sekolah membuat mereka rentan menjadi korban kekerasan seksual. Jekek mengaku sangat menyesalkan tindakan pencabulan yang di diduga dilakukan guru PAI dan kasek tersebut. Dia menilai hal itu sebagai ironi.

Sebagai tenaga pendidik, dua terduga pelaku itu seharusnya memiliki akhlak, moral, dan mental yang lebih baik dibandingkan yang lain. Namun nyatanya tindakan kasek dan guru PAI yang melakukan pencabulan terhadap 12 murid MI di Wonogiri itu sama sekali tidak mencerminkan sebagai tenaga pendidik yang semestinya sebagai sosok yang patut diteladani.

“Tenaga kependidikan semestinya, dari segi akhlak, moral, dan mental, lebih baik daripada yang lain. Kalau bicara penyebab, uraiannya pasti panjang. Tetapi kalau kami simpulkan, ada degradasi moral yang luar biasa,” kata Jekek kepada wartawan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Kamis (1/6/2023).

Dia melanjutkan kasus pencabulan ini bakal menjadi bahan evaluasi internal bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri. Pemkab akan memanfaatkan momentum ini untuk mengingatkan komitmen semua pihak demi mewujudkan keamanan dan kenyamanan belajar bagi siswa.

Menurut dia, upaya menciptakan ruang aman bagi anak bukan hanya tanggung jawab Pemkab, melainkan tanggung jawab kolektif semua elemen masyarakat. Masyarakat harus punya kesadaran untuk saling mengawal anak-anak mendapatkan hak-haknya.

Pendidikan Seksual

“Semestinya dengan kasus seperti ini. Kalau kami boleh usul, harus mulai sejak dini [memberikan pendidikan seksual kepada anak secara masif]. Minimal, anak-anak diberikan pemahaman mana yang boleh disentuh dan mana yang tidak boleh disentuh,” ujar dia.

Sayangnya, lanjut dia, masyarakat Wonogiri masih menganggap pendidikan seksual merupakan suatu hal yang tabu. Sementara Pemkab Wonogiri tidak memiliki banyak ruang untuk mengintervensi kurikulum.

Pemkab pun tidak bisa memberikan pendidikan seksual melalui mata pelajaran muatan lokal. Selama ini, siswa lebih dititikberatkan pada pendidikan agama.

Oleh karena itu, dia mendorong agar kurikulum saat ini menyediakan pelajaran tentang pemahaman seksual yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Bupati menyebut para siswa minimal harus tahu personal boundaries atau batasan pribadi pada tubuh mereka.

Dengan demikian, anak-anak mempunyai pemahaman untuk membentengi diri atau melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual seperti pencabulan yang diduga dilakukan kasek dan guru terhadap 12 murid MI di Wonogiri. Ia menilai perkembangan teknologi yang terlalu cepat juga harus diperhatikan pihak-pihak terkait.

Sedikit-banyak teknologi memengaruhi psikologis anak-anak terhadap pemahaman tentang aktivitas seksual. Padahal mereka belum waktunya terpapar hal tersebut. “Butuh diskusi lebih komprehensif [soal pendidikan seksual]. Ini bukan sesuatu yang tabu lagi. Maka harus ada pengkajian khusus soal kurikulum,” kata Joko Sutopo.

Ihwal terduga pelaku, Jekek sangat berharap sekaligus mendorong aparat penegak hukum menjerat dengan hukuman seberat-beratnya. Ia menilai para pelaku tidak pantas mendapatkan keringanan hukuman. 

Peraturan Mendikbud

Sementara itu, pencegahan dan penanggulangan tindakan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Dalam aturan tersebut disebutkan beberapa tindakan pencegahan kekerasan mulai dari pelecehan, perundungan, seksual, hingga pemerasan. Adapun tindakan pencegahan itu antara lain sekolah wajib memiliki sekaligus menyosialisasikan prosedur operasi standar (POS) pencegahan tindak kekerasan.

Kemudian sekolah wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan yang terdiri atas kepala sekolah, perwakilan guru, perwakilan siswa, dan perwakilan orang tua/wali.

Dalam peraturan itu juga disebutkan pemerintah daerah wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, organisasi profesi/lembaga psikolog, pakar pendidikan, tokoh masyarakat, dan perangkat pemerintah daerah. 

Selain itu wajib melakukan sosialisasi, pengawasan dan evaluasi paling sedikit setiap enam bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan. Kemudian mengumumkan hasil evaluasi dan pengawasan pada masyarakat.

Seperti diketahui, 12 murid MI di Wonogiri menjadi korban pencabulan oleh kasek dan guru PAI mereka. Perbuatan asusila tersebut terungkap pada Jumat (26/5/2023) dan saat ini sudah dilaporkan ke polisi.

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Wonogiri juga sudah mengambil tindakan, di antaranya memberhentikan kasek dan guru tersebut dan membentuk tim untuk menyelidiki sekaligus memberikan pendampingan kepada para korban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya