SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Om Swastyastu
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah

Manusia yang kurang baik sering sekali berperilaku menyengsarakan orang lain, bertopeng kasih sayang. Namun, dibalik topeng mereka tersenyum di atas  penderitaan orang lain. Sesungguhnya  manusia seperti itu kehilangan harga diri serta moralitas, sehingga sering terjerumus ke dalam berbagai perilaku sosial, dengan membenarkan berbagai cara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kondisi ini menimbulkan berbagai perilaku negatif. Mereka tidak lagi menghargai jati dirinya, dengan melanggar berbagai norma-norma keagamaan. Mereka lupa dengan hukum alam hukum sebab akibat yang berlaku universal. Tidak ada hasil tanpa perbuatan, demikian juga tidak ada perbuatan tanpa hasil. Perilaku inilah yang melatarbelakangi orang–orang yang baik takut melanggar ajaran agama.

Karma Marga Yoga mengajarkan berbuatlah sesuai dengan swadharma kita, akan tetapi selalu berorientasi kepada Tuhan, bekerja demi Tuhan yang bukan untuk kepentingan diri sendiri. Kita tidak tidak beloh menentukan hasil, masalah hasil ditentukan oleh besar kecilnya yang kita perbuat. Jika manusia sebagai penentu hasil sebenarnya mereka adalah budak dari kerja. Dalam filsafat Jawa dikatakan; Ramai Inggawe Sepi Pamaerih.

Namun, di dunia ini tidak ada kejadian secara kebetulan, melainkan selalu ada sang penentu. Dalam Bhagawag Gita  Bab. III.15 dinyatakan dengan tegas: “Karma brahmodbhavam viddhi, brahmaksara-samudbhavam, Tasmat sarva-gatim brahma, Nityam yajne pratisthitam,” (Ketahuilah, adanya karma adalah karena Brahman yang ada dari Yang Maha Abadi, Karena itu Brahman yang melingkupi semuanya ini selalu berkisar di sekitar persembahan.”

Kerja tanpa pamrih merupakan pengabdian atau pengorbanan yang tinggi sebagai salah satu pembebasan diri dari berbagai keterikatan. Sebagai orang bijak jangan sampai  meninggalkan Karma Marga Yoga. Barang siapa yang tidak melaksanakan kerja sebagai tujuan kebebasan sebenarnya hidup dalam kenestapaan batin.

Demikian juga dikatakan dalam  Bab. III Sloka 25 sebagai berikut: “Saktah karmany awidvamso, Yatha kurvanti bharata.  Kuryad vidvams  tathasaktas, cikkursur loka-sangraham,” (Seperti orang dungu yang bekerja karena keterikatan atas kerja mereka, tetapi orang pandai semestinya bekerja tanpa kepentingan pribadi,  melainkan untuk kesejahteraan manusia dan memelihara ketertiban sosial. Wahai umat manusia yang di dalam tubuh kita terdapat roh yang tercerahi  tidak mengharapkan sesuatupun bagi dirinya, namun ia menyatukan dirinya dengan kegiatan kosmis, seperti yang dilakukan oleh Tuhan itu sendiri. Karenanya segala kegiatannya akan dituntun oleh pencerahan dan kegembiraan tertinggi.

Kata Karma berarti sebuah tindakan yang membawa hasil dalam hidup atau kehidupan di masa depan. Doktrin dari karma ini didasarkan pada teori sebab akibat, positif dan negatif atau sering disebut dengan Rwabhineda, setiap aksi akan ada reaksi, demikian juga setiap getaran akan menimbulkan nada setiap nada akan menimbulkan suara.

Supaya tidak menimbulkan berbagai efek negatif mari kita siapkan diri untuk berbuat yang baik sesuai dengan swadharma kita masing-masing. Secara empiris yang berbuat baik saja belum tentu mendapatkan kebaikan, melainkan  berbagai  penderitaan, apa lagi bagi yang berbuat kurang baik, sudah pasti penderitaan menjadi hasilnya.

Namun, orang berbuat dharma, hasilnya sudah pasti kebaikan akan mereka dapatkan. Mari berlomda-lomda dalam berbuat kebaikan demi tujuan hidup kita. Hanya kebaikan yang dapat membuat dunia beserta isinya menjadi damai dan sejahtra.

“Sarvam Kalum Idam Brahman “ Om Lokam Samasta Bhawantu,” (Sesungguhnya segala yang ada merupakan Brahman dan semoga alam dan  seluruh mahluk sejahtra dalam peredaranya, sesuai dengan karmanya).

Hukum Karma merupakan jawaban yang disediakan oleh Hindu dari berbagai pertanyaan misalnya mengapa seseorang berbeda dengan orang lain baik kemampuan maupun sifat? Mengapa seseorang terlahir sebagai seorang raja? Dan mengapa orang lahir menjadi pengemis?

Tuhan Yang Maha pengampun dan pengasih tidak bakal melakukan berbagai hukuman kepada ciptaanya. Doktrin Karma, hukum tindakan dan retribusinya yang dapat dianggap sebagai hukum sebab akibat yang diterapkan dalam realisme moral. Hukum bahwa semua aksi akan menghasilkan reaksi dalam dunia fisika, sama halnya dengan dalam dunia moral.

Menjelma menjadi manusia adalah sungguh-sungguh utama, dengan demikian mereka dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara, lahir, dan mati berulang-ulang, dengan jalan berbuat baik, demikian keuntungannya menjelma menjadi manusia. Dengan demikian pergunakanlah dengan sebaik-baiknya menjelma menjadi manusia, kesempatan yang sungguh sulit diperolehnya merupakan tangga pergi ke surga, segala sesuatu yang  menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan (SS.4 dan 6).

Susastra mengatakan perilaku seseorang dapat dibentuk oleh lingkungan, tetapi sebagian besar memandang perilaku seseorang ditentukan oleh faktor dalam yaitu faktor jiwa yang kita bawa sejak lahir yang disebut Tri Guna meliputi pertama sattwam yang berarti sifat kedewataan atau Satwika.

Kedua, rajas yang berarti sifat penuh kenafsuan, serakah atau rajasika dan yang ketiga tamas sifat adharma, raksasa atau tamasika. Di samping faktor pengendalian diri terutama pikiran sebagai rajanya, indra kita hendaknya dikendalikan. Karena bakal membawa kita ke lembah kesengsaraan.

Pikiran tidak tentu arah datang dan perginya, karena penuh dengan kesangsian tidak berketentuan serta banyak yang dicita-citakannya. Selai itu pikiran dan hawa nafsu hendaknya dikendalikan karena menjadi musuh yang sangat berbahaya. Tempatnya di hati dan tidak jauh dari badan seperti dalam Kakawin Ramayana dinyatakan sebagai berikut: (Ragadhi musuh maparo rihati yatongwannya tan madoh ring awak).

Kroda, iri hati dan perilaku yang lainnya juga harus dikendalikan karena sebagai penyebab penghambat ajaran kesusilaan dan spiritualitas. Agar terhindar dari segala nafsu duniawi dalam mencari harta duniawi janganlah kita lantas terlena karena tidak langgeng keberadaanya. Apalagi itu hanya titipan Tuhan dan tidak bisa mengantarkan kita ke alam kedewataan.

Teman yang mengantarkan kita menuju Sang Pencipta adalah guna dan karma kita sendiri, karena hukum karma pahala bersifat universal. Hukum karma merupakan tabungan karma yang tidak bisa dirampas oleh orang lain, yang hanya bisa diraih orang sipembuat karma itu sendiri.

Mari kita tegakan hukum karma dan  kebenaran sebagai napas kehidupan bersama demi terwujudnya keharmonisan kehidupan. Secara empirik di dunia ini hanya ada kebenaran  yang menang bukan kejahatan. “Sataynam Evam Jayate Na anrtam.”

Dalam  sejarah kehidupan manusia seperti dalam Ramayana dan Maha Brata telah dibuktikan orang yang berpijak kepada kebenaran pasti menang, dan sebaliknya tidak ada kebohongan yang menguasai kebenaran. Memang kita sadari untuk sementara waktu kejahatan mendapat posisi yang baik. Tapi ingat, semua hanya bersifat sementara adanya, pada saatnya nanti mereka akan mendapatkan hasil yang sepadan dengan apa yang mereka perbuat.

Manusia hendaknya mengedepankan berbagai laku dan perilaku spiritual seperti: manusia yang religius, manusiawi, berwatak jujur dan mulia, adil, cerdas mengutamakan persatuan, demokratis, mandiri dan kreaktif.

Agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, karena merupakan petunjuk spiritual mengisi jiwa dan moral dalam kehidupan manusia. Apa lagi sebagai kaum intlektual kita tidak bisa lepas dari ajaran agama. Agama merupakan motisivasi bagi umat manusia untuk mencapai tujuan hidup. Catur Purusa Artha dan tujuan akhir agama Hindu Moksartham Jagatdhita Ya Ca Iti Dharma. Agama mengutamakan kebajikan yang berlandasan ajaran Tat Twam Asi, mengajarkan kesusilaan tanpa batas dan nilai kemanusiaan.

Cinta kasih sejati adalah cinta kasih yang ditandai cinta kepada kebenaran dan keadilan, mengutamanan bhakti rela berkorban demi kepentingan orang banyak. Agama memberikan dasar moralitas yang kuat, sehingga kemajuan jaman tidak dapat menghancurkan peradaban manusia.



Agama juga dapat memperluas budi pekerti manusia serta dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita sebagai manusia harus berjuang dengan kebaikan meniti pembebasan dari berbagai belenggu kehidupan. Om Santi-Santi-Santi Om
                                
I Nyoman Warta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya