SOLOPOS.COM - Sebanyak 22 wiyaga awal Selandia Baru tampil menabuh gamelan dengan cara mereka di Plaza Sriwedari, Solo, (14/7/2013).

Sebanyak 22 wiyaga awal Selandia Baru tampil menabuh gamelan dengan cara mereka di Plaza Sriwedari, Solo, (14/7/2013).

Sebanyak 22 wiyaga awal Selandia Baru tampil menabuh gamelan dengan cara mereka di Plaza Sriwedari, Solo, (14/7/2013). (Mahardini NA/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Apa jadinya jika gamelan Jawa ditabuh dengan gaya tak lazim oleh kelompok karawitan asal Selandia Baru? Sebanyak 22 wiyaga Selandia Baru yang tampil menabuh gamelan di Plaza Sriwedari, Minggu (14/7) pagi, ternyata mampu memberikan suguhan menawan hati bagi pengunjung Car Free Day (CFD) Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Suara gending Jawa yang diaransemen Padhang Moncar Gamelan Group memang tidak 100% beraroma Jawa. Lagu Perahu Layar dan Swara Suling buah karya Ki Narto Sabdo dimainkan dengan kombinasi alat musik biola dan akordeon. Cita rasa internasional kental terasa dalam gamelan rasa baru yang mereka hadirkan.

Penonton yang memadati Plaza Sriwedari Solo Minggu pagi itu pun mengapresiasi permainan mereka dengan tepuk tangan. Masyarakat Solo yang terbiasa mendengar suara gamelan Jawa ternyata menganggapnya istimewa. Bahkan Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, yang berada di arena itu berteriak lantang menilai penampilan warga negara asing yang mau menghargai warisan budaya asli Kota Bengawan ini. “Luar biasa,” teriaknya.

Suguhan pertunjukan musik gamelan Jawa dan Bali yang dimainkan Padhang Moncar Gamelan Group dan Taniwha Jaya Gamelan Group bergantian tampil unjuk kebolehan. Daya tarik pertunjukan ini bukan hanya karena mayoritas pemainnya warga asing, melainkan juga inovasi dalam seni musik tradisional. Sekilas, inovasi itu terlihat dari beberapa judul gending yang mereka bawa.

Taniwha Jaya Gamelan Group yang membawa 12 orang mengawali penampilan dengan musik garapan personel mereka yang sedang absen, Dr Megan Collin. Ritme cepat gending bertajuk Stay mengajak penonton sejenak menikmati lagu perpisahan ini dan memacu semangat pagi. Sejumlah pemain menggoyang-goyangkan tubuhnya dan larut dalam tempo permainan cepat saat memainkan instrumen milik Institut Seni Indonesia (ISI) Solo tersebut.

Tensi penonton yang sudah tinggi kembali diajak bersantai sejenak menyimak musik pembukaan gending Hilarious Euforia garapan Briar Prastiti. Tak berapa lama kemudian, karakter gamelan Bali yang rampak kembali hadir lewat refrain yang rampak.

 

Pelestarian

Gending ciptaan komposer muda yang masih kuliah di New Zealand School of Music Jurusan Komposisi ini menggambarkan kesenangannya bermain gamelan. “Sudah tiga tahun saya belajar gamelan. Suaranya indah dan menenangkan. Permainannya juga melibatkan banyak orang. Lagu ini mengisahkan awal pertemuan saya dengan gamelan hingga kesenangan saya saat memainkannya. Gugup sekali memainkan karya perdana,” tutur Briar.

Direktur Padhang Moncar Gamelan Group, Budi S Putra, menyampaikan untuk melestarikan gamelan dibutuhkan inovasi. “Kalau  sekadar memainkan itu namanya nguri-uri,” tandasnya.

Dalam kesempatan ini, Budi mengajak sejumlah warga ikut bermain bersama dalam sesi main bareng gamelan Jawa-Bali dengan memainkan gangsaran. Budi sengaja mengajak warga yang belum pernah menyentuh gamelan.

Wakil Walikota Solo, Achmad Purnomo, adalah salah satu yang diajak naik pentas pada kesempatan tersebut untuk memegang alat musik slentem. “Ini kali pertama saya memainkan gamelan. Ternyata tidak sulit,” jawabnya ketika ditanya sejumlah wartawan selepas naik pentas.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya