SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Upaya memberantas budaya korupsi sejak dini melalui kantin kejujuran yang didirikan di berbagai sekolah, terbentur berbagai kendala. Masih adanya siswa yang curang serta pengelolaan yang tidak serius, menjadi salah satu kendala utama kelangsungan program pendidikan karakter yang bertujuan mencetak calon pemimpin yang jujur ini.

Di Kulonprogo, beberapa kantin kejujuran yang dirintis oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Wates, dan Dinas Pendidikan, kolaps. Kantin kejujuran di SMPN 1 Pengasih misalnya. Kantin kejujuran yang didirikan sekitar 2008 itu hanya bisa bertahan sekitar dua tahun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kajur [kantin kejujuran] sudah bangkrut sekitar satu atau dua tahun lalu. Awalnya berjalan baik, siswa membayar sendiri-sendiri. Lama-lama, jumlah uang yang masuk tidak sesuai dengan jumlah barang yang keluar,” ungkap seorang staf pengajar di SMPN 1 Pengasih yang mewanti-wanti namanya dirahasiakan, saat dihubungi Harian Jogja, Minggu (18/12).

Menurutnya, kantin kejujuran di sekolahnya gulung tikar karena perilaku beberapa siswa yang tidak jujur. Padahal, imbuhnya, guru-guru selalu menanamkan dan mengajari para siswa dengan nilai-nilai kejujuran dalam setiap pelajaran di kelas. “Memang, pada beberapa hal siswa berlaku jujur. Saya pikir tidak hanya siswa, kalau ada kesempatan, orang tua pun bisa berlaku tidak jujur,” jelasnya lagi.

Di Kota Jogja, beberapa kantin kejujuran juga perlahan mati, karena kondisinya terus merugi. Kepala Dinas Pendidikan Kota Jogja, Edy Heri Suasana, matinya beberapa kantin kejujuran di Kota Jogja terjadi karena perilaku jujur yang diharapkan dimiliki oleh para siswa belum sepenuhnya ada.

“Memang belum seluruh sekolah memiliki kantin kejujuran, ada juga sebagian kantin yang kemudian mati karena kehabisan modal, penyebabnya target sikap jujur siswa yang kami inginkan belum tercapai, masih ada juga anak yang tidak jujur mengambil makanan tanpa membayar,” katanya dihubungi Jumat (16/12). Sayangnya, Edy enggan menyebutkan kantin kejujuran mana saja yang mati.

Edy menambahkan, meski gagal, kantin itu harus terus didorong agar tetap hidup dan berkembang. Dia menilai, pembelajaran karakter tidak mudah dilakukan dan membutuhkan proses panjang. “Upaya pembelajaran karakter jujur memang tidak mudah, membutuhkan waktu dan proses. Kami harus sadar, buah pendidikan kejujuran baru bisa dipetik 10 atau 20 tahun mendatang,” katanya.

Selain faktor kejujuran, tak adanya evaluasi dan kontrol rutin menjadi salah satu penyebab mandegnya program ini. Menjamurnya toko-toko modern yang menjual berbagai kebutuhan lebih lengkap di berbagai wilayah di Kulonprogo, juga menjadi penyebab lain, sehingga kantin kejujuran tak lagi dilirik para siswa.

Menurut Kasi Pidsus Kejari Wates, M. Ariya Rosyid, pihaknya menyerahkan pengelolaan kantin kejujuran kepada masing-masing sekolahan. Kejaksaan hanya menerima laporan terkait aktivitas operasional setiap tahun. Namun dia tidak menyangkal jika beberapa kantin kejujran ada yang tidak beroperasi lagi.

“Setiap tahun ada laporan. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi, mungkin sudah tidak beroperasi lagi. Cuma datanya saya belum tahu. Memang tidak ada evaluasi khusus, karena kami serahkan pengelolaannya kepada sekolah,” kata Aria, beberapa waktu lalu.

Optimistis    
Tanpa meremehkan berbagai kendala yang muncul, Kepala kejaksaan Negeri Wates, Sarastuti Laksmi Wardani, merasa optimistis, kantin kejujuran mampu memberi kontribusi positif untuk mencegah budaya korupsi yang marak terjadi. “Kejujuran harus ditanamkan sejak dini untuk mencegah budaya korupsi,” ungkap Saraswati saat ditemui di kantornya, belum lama ini.

Senada, Kabid Perencanaan dan Standarisasi Disdikpora DIY, Suroyo, mengatakan kantin kejujuran memberikan situasi di mana anak-anak harus bersikap tentang apa yang ada di hadapan mereka yaitu jujur atau tidak. Adanya kantin kejujuran memberikan pengaruh baik kepada pelajar.

Menurutnya, ukuran keberhasilan kantin kejujuran tidak dapat disimpulkan secara umum, tetapi ukuran tersebut dapat dilihat pada masing-masing sekolah. Sejauh mana keberhasilan kantin sekolah akan terlihat dari perilaku para siswa dalam kehidupan sehari-hari.

“Kalau misal kantin kejujuran berhasil, maka akan berimbas perilaku siswa, perilaku tersebut akan menentukan image dari sekolah itu. Selain itu, juga akan berimbas pada perilaku di keluarga dan masyarakat,” ucap dia saat ditemui Harian Jogja di kantornya, beberapa waktu lalu.(Harian Jogja/Abdul Hamied Razak, Rina Wijayanti, Eva Syahrani)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya