SOLOPOS.COM - Dua warga mengambil air di kompleks "sumur tiban" di Gempol, Karanganom, Selasa (7/3/2017). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Warga Karanganom, Klaten, mengonsumsi air dari “sumur tiban” tanpa dimasak karena dipercaya mengandung mineral tinggi.

Solopos.com, KLATEN — Warga nekat mengonsumsi air dari “sumur tiban” di Brajan, Gempol, Kecamatan Karanganom, tanpa dimasak selama beberapa tahun terakhir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Air “sumur tiban” itu diyakini memiliki kandungan mineral yang tinggi sehingga dapat langsung diminum tanpa dimasak. Kepala Desa (Kades) Gempol, Nusanta Herlambang, mengatakan air “sumur tiban” mulai menarik perhatian warga di Karanganom dan sekitarnya pada 1996.

Air “sumur tiban” itu semula dinilai warga dapat menyembuhkan pegal-pegal, mata rabun, dan penyakit lainnya. Saat ini, air dari “sumur tiban” itu digunakan warga dan diminum secara langsung.

Ekspedisi Mudik 2024

“Sumber air ini berasal dari air di bawah tanah [dengan kedalaman hampir 70 meter]. Secara geologis ada juga yang mengatakan di lokasi itu [Brajan] terdapat cekungan sungai bawah tanah. Dulu memang sempat dibor untuk membuat saluran tersier. Ternyata muncul sumber air itu,” katanya saat ditemui wartawan di Gempol, Selasa (7/3/2017).

Pengeboran itu didukung anggaran dari pemerintah pusat karena Gempol meraih juara I program tebu rakyat intensifikasi pada 1994-1995. Nusanta Herlambang mengatakan air “sumur tiban” juga sudah diteliti peneliti dari UGM Yogyakarta pada 2016. Hasilnya, kandungan mineral “sumur tiban” itu sangat tinggi.

“Yang saya tahu, air di Brajan juga bebas bakteri. Total dissolved solids [TDS]-nya rendah. Makanya, air itu langsung bisa diminum warga. Debit airnya mencapai 18 liter per detik sampai 20 liter per detik,” katanya.

Nusanta Herlambang mengatakan pemerintah desa (pemdes) sudah menyediakan anggaran untuk pembuatan kolam berendam di kompleks “sumur tiban” senilai Rp150 juta. Ukuran kolam berendam itu 50 meter x 100 meter.

Nantinya juga disediakan anggaran untuk sarana dan prasarana (sarpras) penunjang, seperti tempat wisata kuliner dan tempat parkir. “Air di Brajan akan menjadi terapi, saluran irigasi, dan air minum. Pengelolaan sumber air di Brajan diserahkan ke Badan Usaha Milik [BUM] Desa Tirta Tiban Barokah Gempol. Dalam pengelolaannya juga bisa menggandeng karang taruna di Gempol. Sekarang, pengambilan air di Brajan masih gratis. Nantinya, pengambilan air per galon ditarik biaya Rp2.000,” katanya.

Salah satu warga Gempol, Suratmi, 59, mengaku sering mengonsumsi air “sumur tiban” tanpa dimasak terlebih dahulu. Hal itu sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.

“Setiap hari saya meminum air di Brajan. Saya tak pernah mengalami sakit perut meski minum air tanpa dimasak terlebih dahulu,” katanya.

Warga Karanganom lainnya, Widodo, 42, mengatakan sering mengambil air “sumur tiban” dua galon dalam tiga hari. Air itu langsung dikonsumsi anggota keluarganya. “Airnya menyegarkan, lebih segar dibandingkan air mineral dijual di pasaran,” katanya.

Camat Karanganom, Slamet Samudra, mengatakan “sumur tiban” di Gempol memang sudah dikenal masyarakat di Klaten dan sekitarnya. Pengembangan “sumur tiban” harus ditujukan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Gempol.

“Silakan BUM desa di Gempol untuk mengeksplorasi potensi di daerahnya,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya