SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

UIN bina 41 mahasiswi bercadar.

Harianjogja.com, SLEMAN–UIN Sunan Kalijaga melakukan pembinaan terhadap 41 mahasiswi yang menggunakan cadar dalam proses perkuliahan dan di lingkungan kampus. Para mahasiswi tersebut diberikan konseling untuk diarahkan agar tidak lagi menggunakan cadar untuk kepentingan ideologi. Jika nekat tetap memakai dalam batas waktu setelah konseling maka mahasiswi itu akan dikeluarkan dari kampus .

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rektor UIN Sunan Kaijaga Prof. Yudian Wahyudi menilai menggunakan cadar termasuk berlebihan karena dalam hukum Islam ada istilah Ijma’atau kesepakatan para ulama sehingga pendapat pribadi tidak bisa lagi dikedepankan. Dari aspek keamanan, tidak ada yang bisa menjamin mahasiswi bercadar saat menjalani ujian atau tes tertentu adalah benar-benar identitas mahasiswa itu karena wajahnya tertutup.

Kebijakan itu diklaim Yudian untuk menyelamatkan generasi muda, karena perempuan dengan kebiasaan menggunakan cadar seringkali hanya bergaul di komunitas mereka dan cenderung eksklusif, bahkan ada yang tiba-tiba keluar dari kuliah dan memutuskan komunikasi dengan orang tua. Meski demikian, kampus akan sedikit mempertimbangkan jika motivasi penggunaan cadar bukan karena ideologi. “Tetapi dalam proses konseling itu akan kami tunggu, dia mau ngumpul dengan mahasiswa lain tidak, kalau tidak berarti bohong [bukan karena ideologi] kan ada ukurannya, [kalau untuk kenyamanan karena sakit] enggak masalah. Tetapi diingat, kalau ujian harus dilepas, jangan-jangan orang lain,” terangnya dalam konferensi pers di UIN Sunan Kalijaga, Senin (5/3/2018).

Pria yang pernah mengenyam pendidikan di McGill University ini menambahkan, kelompok perempuan bercadar cenderung menyendiri, bahkan kadang ada yang diamankan polisi karena terlibat jaringan tertentu. Oleh karena itu, pembinaan mahasiswi bercadar sebagai salah satu tindakan preventif. “Memakai cadar itu banyak mudharatnya, banyak perempuan yang semula ikhlas beragama tetapi kadang terjebak menjadi korban ideologi tertentu. Kami di otoritas kampus berhak untuk mengharamkan barang yang mubah, sunnah, wajib, yang jika tidak dilarang dapat menimbulkan masalah,” jelas Yudian seraya menambahkan berbagai contoh ulama yang mengharamkan tindakan wajib karena jika tidak dilarang dapat menimbulkan masalah.

Adapun pembinaan yang dilakukan secara bertahap mahasiswi bercadar itu akan diberikan penjelasan terutama dalam mentaati peraturan di lingkungan kampus. Pihaknya membentuk tim beranggotakan lima orang dosen di setiap fakultas untuk melakukan pembinaan. Dosen itu dari beragam keilmuan, mulai dari syariah, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial. Mahasiswi bercadar akan diberikan pemahaman dari berbagai persektif, baik dari sisi sosial, agama maupun psikologi dan aspek lainnya.

Prosesnya, mereka akan dipanggil satu per satu untuk diberikan konseling. Tak hanya itu, tim juga akan menanyakan kepada orang tua mahasiswa tersebut terkait keputusan menggunakan cadar. “Jika sampai tujuh atau sepuluh kali konseling tidak ada perubahan, sudah diberikan konseling kok tidak mau, ya pilihannya cuma satu, silahkan pindah [dari UIN Sunan Kaijaga] demi kebaikan bersama,” ujar dia.

Ia menambahkan, pihak kampus melalui Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan akan menelusuri latar belakang keluarga mahasiswi bercadar sekaligus motivasi menggunakan cadar. Karena dikhawatirkan, keputusan memakai cadar itu bukan atas pertimbangan orang tua, melainkan karena terpengaruh aliran tertentu. “Kalau terpengaruh oleh orang tertentu, itu namanya tersesat politik administrasi pendidikan, kalau secara agama tidak,” kata dia.

Salah satu hal yang membuat Yudian geram dan mengeluarkan kebijakan itu adalah terkaitnya adanya pihak yang ingin memberikan stigma bahwa lingkungan UIN Sunan Kalijaga merupakan kelompok eksklusif yang pro terhadap ormas Hizbut Tarhrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan oleh pemerintah. Padahal, jelasnya, akademisi UIN tidak mendukung keberadaan ormas tersebut karena tidak sesuai dengan pancasila. Bahkan kelompok itu dengan berani memasang bendera HTI di lingkungan kampus UIN Sunan Kalijaga.

“Waktu itu hari Minggu, lingkungan kampus kami dipasangi bendera tersebut. Karena kampus kami ini negeri, saya katakan kami merasa dikudeta HTI, karena tidak ada izin, di era informasi beredar cepat ini memberikam kesan bahwa UIN Sunan Kalijaga adalah sarang HTI,” ucapnya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Sunan Kalijaga Waryono menyatakan, berdasarkan pendataan pada akhir Februari 2018 lalu, saat ini terdeteksi ada 41 mahasiswi yang menggunakan cadar. Terdiri atas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (Febi) enam orang, Fakultas Syariah dan Hukum ada delapan orang, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum) enam orang, Fakultas Ushuluddin lima orang, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya ada tiga orang, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ada delapan orang, Fakultas Dakwah, Komunikasi tercatat empat orang dan Fakultas Saintek satu orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya