SOLOPOS.COM - Ilustrasi wisuda sarjana (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Kopertis Wilayah V Jogja lebih selektif dalam memberikan rekomendasi permohonan pembukaan maupun perubahan prodi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS)

Harianjogja.com, JOGJA – Kopertis Wilayah V Jogja lebih selektif dalam memberikan rekomendasi permohonan pembukaan maupun perubahan prodi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terutama berkaitan dengan rasio dosen dengan mahasiswa.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Selama 2017, Kopertis Wilayah V mendapatkan pengajuan permohonan sedikitnya 20 prodi dari berbagai PTS di Jogja.

Koordinator Kopertis Wilayah V DIY Bambang Supriyadi menjelaskan pihaknya selektif dengan menyesuaikan aturan berkaitan dengan permohonan penambahan prodi baru di PTS. Terutama pada pembukaan prodi S2, sebelum memberikan izin, lebih dahulu diihat secara cermat data dosen prodi yang ada di S1.

Rasio dosen dengan mahasiswa menjadi syarat mutlak pengajuan prodi, jika tidak dipenuhi, PTS tak direstui untuk membuka prodi baru, demi layanan pendidikan tinggi yang lebih baik. Menurut Bambang, hal itu bukan memperketat aturan, namun meminta PTS agar sesuai dengan aturan.

“Apalagi kalau menambahkan prodi syarat [rasio dosen itu] harus dipenuhi. Misal, kalau mengajukan S2. Prodi Hukum, saya lihat S1-nya dosennya sudah cukup tidak, lalu yang mau ngajar S2 ini dosen baru atau dosen yang di S1 dipindah ke S2 itu saya minta dihitung. Jadi nggak boleh kalau mau bikin prodi baru tetapi prodi lama jumlah dosennya kurang malah dikurangi lagi [untuk mengajar S2],” terangnya kepada Harianjogja.com, Senin (20/9/2017).

Ia menambahkan, pengajuan prodi baru setiap tahunnya dibuka pada bula Februari – Maret dan Agustus – September. Pada 2017, permohonan prodi baru lebih dari 20 prodi. Terdiri atas dua PTS baru, dua PTS hitungan perubahan nama dan sisanya merupakan murni penambahan dari berbagai PTS.

Adapun terkait rasio dosen, lanjutnya, jika hitungan rasio per perguruan tinggi menggunakan dasar bidang studi eksakta dan non eksakta. Menurutnya, untuk prodi non eksakta, rasionya adalah 1 : 45 atau satu dosen mengampu 45 mahasiswa.

Rasio ini secara umum dapat dipenuhi oleh sebagian besar PTS di Jogja. Tetapi jika yang dipakai dasar adalah prodi eksakta dengan rasio 1:30, maka ada beberapa PTS yang relatif besar mahasiswanya banyak melebihi rasio atau kekurangan dosen. Kasus kekurangan dosen pada prodi eksakta ini lebih banyak terjadi pada sejumlah PTS yang memiliki mahasiswa relatif banyak.

“Jadi tergantung mau dipakai standar apa. Tetapi kalau rasio di prodi eksakta, begitu lewat dari 30 itu berarti ada prodi di dalamnya yang melebihi rasio. Saya tidak bisa menyampaikan berapa persen. Bagi PTS yang mahasiswanya relatif banyak, apalagi rasionya 1:30 di dalamnya pasti ada prodi yang rasionya melebihi dari ketentuan atau kekurangan dosen,” jelasnya.

Terkait kekurangan itu, lanjut dia, pihaknya menganjurkan kepada perguruan tinggi tersebut agar tidak mengurangi jumlah mahasiswa. Sehingga PTS tetap diperkenankan membuka mahasiswa dengan jumlah yang sama dengan tahun sebelumnya. Akantetapi disarankan agar segera menambah jumlah dosen tetap.

Apabila ada ketakutan dari perguruan tinggi atau resiko karena terlanjur merekrut dosen tetap, ternyata prodi atau mahasiswanya tidak bertambah, maka yang dipakai untuk menghitung rasio adalah dosen yang memiliki nomor induk dosen khusus (NIDK), bukan nomor induk dosen nasionla (NIDN). Dosen khusus itu bisa dipakai untuk menghitung rasio, tetapi tidak harus menjadi dosen tetap.

“Secara aturan di semua prodi baik Diploma S1, S2 itu minimum dosen harus enam ber-NIDN, kecuali prodi kedokteran, kalau ada usulan prodi kedokteran yang baru minimun dosennya itu harus 26 orang,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya