SOLOPOS.COM - Dosen Program Studi (Prodi) Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Istijabatul Aliyah, seusai mengikuti Ujian Promosi Doktor di Gedung Pascasarjana Undip Semarang, Selasa (14/3/2017). (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Kampus di Semarang, Universitas Diponegoro (Undip), memberikan gelar doktor kepada salah seorang dosen Universitas Sebelas Maret (UNS).

Semarangpos.com, SEMARANG — Dosen Program Studi (Prodi) Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Istijabatul Aliyah, meraih gelar gelar doktor dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Istisapaan Istijabatuldinyatakan lulus dari Program Strata 3 Teknik Arsitektur dan Perkotaan Undip setelah menyelesaikan disertasi berjudul Pasar Gede: Kebertahanan Pasar Tradisional Sebagai Komponen Struktur Kota Surakarta.

Ditemui Semarangpos.com seusai Ujian Promosi Doktor Ilmu Teknik Arsitektur dan Perkotaan di Gedung Pascasarjana Undip Jl. Imam Bardjo No. 3-5, Pleburan, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (14/3/2017), Isti menyebutkan alasannya mengangkat isu tentang Pasar Gede Solo dalam disertasinya.

Ia menilai Pasar Gede merupakan komponen utama dalam kota tradisional Jawa, selain kraton dan masjid. “Kenapa saya pilih Solo sebagai bahan penelitian, dan tidak Jogja [Pasar Beringharjo] padahal sama-sama warisan Kerajaan Mataram? Karena saya melihat Pasar Beringharjo itu seperti seorang gadis yang sudah terlalu gendut, sedangkan Pasar Gede masih langsing sehingga bisa dikaji dan lebih memiliki unsur-unsur tradisionalnya,” beber Isti.

Isti menyebutkan unsur-unsur tradisi dan budaya Jawa di dalam Pasar Gede masih terasa kental. Dari hasil penelitian itu, Isti pun membuat sebuah teori yang dapat menjelaskan fenomena kebertahanan pasar tradisional sebagai komponen struktur kota tradisional Jawa terus mengalami perubahan, yakni Teori Siloku Ben Ngerejekeni.

“Siloku Ben Ngerejekeni itu sebuah akronim dari sinergi, loyalitas, kumandhang, handarbeni, dan ngerejekeni,” tutur Isti.

Isti menjelaskan sinergi berarti adanya keselarasan antara pedagang dan pembeli dari berbagai etnis di Pasar Gede. Sementara, loyalitas berarti kesetiaan terhadap pasar itu, sedang kumandhang berarti ramai, handarbeni mengartikan sebuah komitmen dan ngerejekeni berarti memberikann hasil.

Ngerejekeni di sini bukan hanya diartikan menghasilkan uang, tapi juga dalam sisi lain, seperti menambah persaudaraan dan tali silaturahmi,” imbuh Isti.

Isti berharap hasil dari disertasinya itu bisa memberikan manfaat bagi seluruh komponen masyarakat, terutama aparatur pemerintahan. Ia berharap teorinya itu bisa menjadi pijakan pembangunan kota terutama yang masih memiliki nilai-nilai budaya.

“Sehingga kelak jika ada pemerintah kota atau provinsi yang ingin membangun atau merenovasi pasar tidak tiba-tiba langsung membongkar. Tapi harus lebih dulu memperhatikan komponen-komponen itu [Teori Siloku Ben Ngerejekeni],” beber perempuan berusia 47 tahun itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya