SOLOPOS.COM - Salah satu sudut Kampung Batik Laweyan (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO — Ketika memasuki gang-gang menuju deretan tengah rumah Kampoeng Batik Laweyan, terlihat susunan batu-bata yang mencuat seakan keluar dari dalam tembok. Tembok tinggi yang tebal dan berjamur masih tampak kokoh.

Kosen-kosen daun pintu dan jendela masih terlihat kuat. Saat melewatinya, seolah-olah fisik bangunan itu ingin bercerita tentang sejarah masa lalu, sejarah kejayaan batik di abad 15.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Namun sayang, ketika berada di bagian tengah Kampoeng, suasananya sudah berbeda. Banyak bangunan sudah direnovasi oleh pemiliknya. Wajahnya tidak mencerminkan bangunan para saudagar batik. Bangunan tersebut seperti tidak memiliki cerita masa lalu lagi. Justru terdapat dinding dan pintu-pintu berkaca, malah seperti showroom pakaian di mal-mal.

Ardada Kusuma Wardana, 34, salah satu pedagang batik ini menceritakan perkembangan terakhir Kampoeng Batik Laweyan. Laki-laki ini telah mewarisi salah satu rumah yang telah turun temurun dari buyutnya yang berumur sekitar 1546.

Ia menyesalkan, bangunan-bangunan di kawasan kampoeng batik Laweyan sudah banyak yang berpindah kepemilikan. Menurutnya, alasannya itulah yang mendasari mengapa wajah kampoeng saat ini banyak berubah.

“Biasanya kalau rumah sudah di tangan kedua, bagian depan sudah kelihatan, tidak seperti aslinya lagi, agak modern. Banyak showroon-showroom berkaca, dari depan sudah terlihat itu bukan gaya bangunan kampoeng batik,” papar pemilik Toko Batik Naluri ini.

Ia menyadari jika kampoeng batik bukan hanya tempat untuk wisata batik, melainkan juga sebagai wisata bangunan. Untuk itu, ia berusaha tidak merubah detail sedikitpun dari rumahnya di Jl. Sidoluhur No. 15 RT 002/RW 001, Kampung Klaseman, Kecamatan Laweyan ini.

“Dari dulu, kami pewaris tidak merubahnya, kabel listrik dan kabel telepon dari jaman belanda juga masih terpasang di atap rumah, sengaja tidak dilepas. Sakelar-sakelar listrik masih nempel dan lengkap semua. Tapi sudah tidak saya gunakan lagi, biar gitu aja kelihatan bagus,” ujarnya.

Ia mengatakan, rumah seperti itu masih terpadat sekitar 15 unit yang saling berdekatan. Rumah-rumah lainnya pun sudah berwujud bangunan modern, tetapi masih berkonsep kuno. “Terutama di deretan Jl. Sidoluhur, cuma bagian luarnya saja yang berubah,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya