SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi JIBI/Harian Jogja/Reuters

Foto Ilustrasi
JIBI/Harian Jogja/Reuters

Rakyat Pakistan akan melangsungkan pesta demokrasi pada 11 Mei mendatang. Tapi dengan kurangnya kampanye terbuka, suasana Pemilu jadi kurang terasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Puluhan politikus dibunuh dan partai sekuler membatalkan aksi kampanye besar-besaran mereka menyusul adanya ancaman kekerasan dari militan.

Untuk itu para politisi memilih berkampanye di dunia maya untuk mencari dukungan ketimbang mendatangi pemilihnya satu per satu.

Taman Nashtar biasanya menjadi tempat utama kampanye pemilu di Karachi. Tapi tahun ini berbeda karena tidak ada pertemuan besar atau bendera di jalanan.
Menurut Javed Akhtar, 45 tahun, suasananya tidak seperti akan Pemilu.

“Biasanya ada pertemuan besar-besaran dan bersejarah. Pemilu tinggal beberapa hari lagi tapi sejauh ini belum ada pertemuan yang digelar. Karachi jadi sepi karena terorisme menguasai jalanan. Bom meledak dimana-mana. Masyarakat takut meninggalkan rumah mereka.”

Taliban Pakistan melakukan sejumlah serangan berdarah menjelang pemilu dengan target partai politik yang sekuler.

Sejak awal April, Taliban telah menewaskan sedikitnya 60 orang dalam serangan terhadap politisi dan aktivis partai.

Baru-baru ini para pemimpin partai politik sekuler menekan pemerintah agar memberikan perlindungan penuh selama proses pemilu. Mereka bahkan menutup kantor mereka supaya tak diserang.

Pemimpin lokal Partai Nasional Awami, Zaman Chakarzai, ada di daftar utama kelompok militan.

“Partai kami sudah menghentikan semua aktivitas di seluruh negeri karena ancaman keamanan yang serius. Banyak pemimpin kami dibunuh. Jadi kami sekarang mempromosikan aktivitas kami lewat situs jejaring sosial, termasuk saya.”

Facebook dan Twitter sangat populer di kalangan politisi saat ini.
Maryam Anwar juga sedang sibuk mempersiapkan kampanye online bagi Tehrik-e-Insaf Pakistan yang ingin menarik dukungan dari kelompok perempuan dan anak muda perkotaan. Partai inilah yang pertama kali secara intensif menggunakan Facebook.

“Dulu Anda memasang poster, billboard dan sejenisnya. Sekarang Anda tidak perlu lagi melakukannya karena bila Anda ingin pesan Anda sampai ke seluruh negeri, Anda bisa mengirimnya lewat pesan singkat atau Facebook. Anda juga bisa menyalin artikel-artikel untuk meyakinkan masyarakat. Ini membuat masyarakat bisa memeriksanya sendiri dan percaya pada Anda.”

Sekitar 8 juta rakyat Pakistan menggunakan Facebook sementara ada 2 juta orang aktif di Twitter. Angka pengguna internet naik 7 persen setiap tahunnya. Kampanye di dunia maya lebih aman dan ini bisa menjangkau lebih banyak pendengar.

“Di Facebook, kita bisa menjangkau 400 hingga 500 orang. Jika ini sebuah acara yang sudah direncanakan, lalu diumumkan lewat media sosial maka kita bisa mengumpulkan massa dengan cepat. Sejauh ini jejaring sosial bisa menjangkau hingga 600 orang .. dan ini bisa bertambah dengan cepat karena ke 600 orang itu bisa menyebarkannya ke 600 orang lainnya. Ini seperti gelombang.”

Tapi lebih dari 60 persen penduduk negeri itu buta huruf dan tidak memakai internet.

Orang-orang seperti Javed Akhtar jadi tak bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan partai politik.

“Kampanye terjadi di dunia maya dan hanya orang-orang yang punya komputer lah yang bisa tahu. Saya hanya bisa melihatnya di TV ketika ada beberapa partai muncul. Saya hanya tahu kandidat dari daerah saya.”

Shahid Abbasi, editor situs berita independen pertama di negeri itu, The News Tribe, mengatakan kampanye online harus dibarengi dengan kampanye di lapangan.

“Sosial media tidak ada gunanya jika tidak dibarengi dengan aktivitas atau kemunculan secara langsung di hadapan masyarakat. Kalau keduanya dilakukan, maka itu akan jadi alat komunikasi yang bagus untuk membuat masyarakat makin kuat dan bisa merealisasikan janji kampanye itu.”

Tapi kehadiran kampanye online yang kuat masih dibutuhkan.

Khurrum Abdur Razaq, kepala departemen media sosial partai Islam terbesar di Pakistan, mengatakan media sosial bisa menjangkau orang-orang yang tidak pernah tertarik dengan politik.
“Media sosial juga menjadi pesaing media konvensional di negeri ini dan media sosial jauh lebih kuat.”

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program berita radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.portalkbr.com/asiacalling (Naeem Sahoutara/Asia Calling Pakistan)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya