SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO — Calon anggota legislatif (caleg) DPR Daerah Pemilihan (Dapil) V Jawa Tengah dari Partai Gerindra, Nur Rochmi Kurnia Sari, dituntut lima bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan karena dugaan melanggar aturan pemilu yakni berkampanye di masjid wilayah Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus pelanggaran pemilu di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Selasa (7/5/2019). Dalam tuntutannya, JPU Risza Kusuma dan Nanang Riyanto menyampaikan caleg yang juga sekaligus Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Kota Solo untuk pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga S. Uno tersebut melanggar Pasal 521 juncto 280 huruf h UU RI No. 7/2017 tentang Pemilu, yakni kampanye di tempat ibadah. Sedangkan dugaan money politics tidak terbukti.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Barang bukti yang dirampas untuk negara di antaranya foto lembar kegiatan kampanye di masjid, satu kalender, dan spesimen surat suara DPR beserta amplop warna putih dan uang Rp300.000.

Sementara itu, Nur Rochmi Kurnia Sari menilai tuntutan JPU itu terlalu berat. Apalagi dugaan money politics tidak terbukti. Soal tuntutan mengenai pelanggaran kampanye di tempat ibadah, dia memberikan klarifikasi dirinya tidak memiliki niatan melakukan kampanye di tempat ibadah.

Menurutnya undangan awal berupa sosialisasi cara pencoblosan kepada kelompok warga lansia di aula warga setempat. “Saya tidak ada niat dan tujuan kampanye di tempat ibadah karena saya kali pertama diundang oleh ketua panitia di aula warga, tiba-tiba dipindah di masjid,” katanya seusai persidangan.

Dalam undangan yang diberikan paguyuban lansia itu, mereka meminta diberikan sosialisasi pencoblosan. Hal ini pun dilakukan karena banyak lansia yang tidak mengetahui tata cara pencoblosan, ditambah banyaknya surat suara yang harus dicoblos.

Dia akan melakukan pembelaan menanggapi tuntutan JPU dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pleidoi pada Rabu (8/5/2019). “Ada dua pleidoi yang akan kami sampaikan ke Majelis Hakim. Satu pleidoi dari saya dan satu pleidoi dari kuasa hukum saya,” katanya.

Dia berharap majelis hakim mempertimbangkan kondisinya yang baru saja melahirkan anak dan kini berusia 26 hari dalam putusan nanti. Selain itu, selama menjalani proses hukum dia juga kooperatif yang dinilai bisa meringankan putusan majelis hakim.

“Dugaan money politics kan tidak terbukti, hanya satu tuntutan terkait larangan di tempat ibadah. Jadi saya nilai tuntutan lima bulan penjara itu terlalu tinggi dan berat,” katanya.

Komisioner Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sukoharjo Rochmad Basuki tak ingin menanggapi tuntutan JPU soal dugaan pelanggaran pemilu yang membelit Ketua BPN Kota Solo tersebut. “Kami menyerahkan sepenuhnya ke JPU. Kalau memang JPU menilai tidak ada unsur pelanggaran money politics itu penilaian JPU,” katanya.

Komisioner Divisi Hukum Data dan Informasi Bawaslu Sukoharjo, Muladi Wibowo, menambahkan kasus caleg Gerindra bermula dari laporan masyarakat soal kampanye di tempat ibadah di daerah Kartasura.

Dalam kegiatan itu, terdakwa juga membagikan kalender berisi muatan kampanye, simulasi pencoblosan, serta memberikan uang senilai Rp300.000. “Uang itu diberikan untuk kas komunitas yang hadir dalam acara tersebut. Ada bukti penerimaan, ada saksi, tapi tidak ada bukti itu pemberian untuk mengarahkan pilihan. Jadi itu yang menjadi pertimbangan JPU bahwa dugaan money politics tidak terbukti,” tutur Muladi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya