Solopos.com, SOLO—Tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement atau ETLE di Solo bisa menjadi alat edukasi masyarakat yang kerap melanggar aturan lalu lintas. Di Kota Bengawan, 1.000-an pelanggar lalu lintas tertangkap kamera ETLE setiap hari.
Angka 1.000-an pelanggaran lalu lintas itu berasal dari kamera ETLE yang terpasang di Jl. Slamet Riyadi depan Solo Square Mall. Kamera itu beroperasi sejak dua pekan lalu.
Padahal, angka itu baru terkumpul dari dua jenis pelanggaran yang terdeteksi kamera ETLE di Solo, yakni mengemudi tanpa penggunaan sabuk pengaman dan mengemudi sambil menggunakan gawai atau handphone (HP). Pelanggaran yang kerap muncul dari para pengemudi itu bisa berakibat fatal.
Kasatlantas Polresta Solo, Kompol Adhytiawarman Gautama Putra, kepada wartawan, Rabu (7/4/2021), mengatakan kepolisian telah mengirimkan surat konfirmasi kepada para pemilik kendaraan. Dari surat tersebut, 90 persen pemilik kendaraan mengakui kesalahan.
Meski demikian, beberapa pelanggaran bukan dilakukan oleh pemilik mobil, melainkan orang lain yang mengemudikan mobil. Menurutnya, perlu kesadaran tinggi dalam tertib berkendara dengan penerapan ETLE di Solo. “Kalau jenis pelanggaran lain dan kamera lain sudah aktif, pasti banyak lagi pelanggarannya,” papar dia mewakili Kapolresta Solo Kombes Pol. Ade Safri Simanjuntak.
Pelanggaran Baru
Menurutnya, seusai Lebaran, kepolisian akan membuka sistem deteksi pelanggaran baru. Di antaranya yakni pelanggaran markah, putar balik melanggar rambu, pelanggaran pengendara sepeda motor yang tidak mengenakan helm, dan berboncengan dengan sepeda motor lebih dari dua orang.
Sementara itu, kepolisian belum menemukan dugaan penggunaan pelat palsu di Solo yang terdeteksi ETLE. Namun, ada pengendara yang menggunakan kendaraan tanpa pelat nomor. “Saat kami menemukan kendaraan yang tidak menggunakan pelat nomor, langsung kami kejar di lapangan,” kata Adhytiawarman.
Kasatlantas menambahkan ada lima kamera ETLE yang telah terpasang. Namun, kepolisian masih sebatas menghitung jumlah pelanggaran. Ia enggan untuk menyampaikan lokasi kamera itu karena saat ini masih dalam tahap uji coba. Dalam tahap uji coba, ada kemungkinan pemindahan lokasi kamera.
Lokasi ETLE Solo
Di Solo, ada beberapa lokasi kamera ETLE. Menurut Adhytiawarman, pengemudi yang tertangkap kamera ETLE di beberapa lokasi dengan pelanggaran yang sama akan terbaca sebagai satu pelanggaran. Namun, jika melakukan pelanggaran lain saat melintas di depan kamera lain, pengemudi itu dinyatakan melakukan pelanggaran baru.
“Sistem ini canggih. Kalau tertangkap kamera di Jl. Slamet Riyadi tidak memakai sabuk, lalu melewati kamera lain tidak memakai sabuk, dihitung satu pelanggaran. Kalau di lokasi lain melanggar markah jalan, dihitung pelanggaran baru,” imbuh dia.
Menurutnya, Solo memperoleh tujuh kamera ETLE, namun yang terpasang baru enam kamera. Satlantas Polresta Solo masih menunggu satu kamera lagi yang akan tiba di Solo.
Pengamat transportasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Syafii, mengapresiasi penerapan sistem ETLE di Kota Solo. Menurutnya, saat ini etika berlalu lintas masyarakat di Solo masih rendah. Ia menyoroti pelanggaran lalu lintas berkaitan dengan etika bertransportasi.
Etika Bertransportasi
Etika bertransportasi berarti sebuah kebiasaan yang menghasilkan budaya. Tanpa perlu ETLE pun, seharusnya masyarakat Solo sudah malu jika melanggar lalu lintas. Menurutnya, aspek edukasi kepada masyarakat sangat penting untuk beretika dan berbudaya tertib berlalu lintas.
“Aspek edukasi bisa dimulai dari anak-anak sudah diajarkan tertib berlalu lintas. Jika diajarkan terus-menerus, hal itu dapat melekat dan saat berkendara akan beretika,” papar Syafii.
Menurutnya, pengaturan lalu lintas seharusnya tidak hanya soal penegakan hukum atau law enforcement semata. Jika aspek edukasi dan penegakan hukum sama-sama berlaku dengan baik, maka budaya transportasi yang baik akan terbentuk. Menurutnya, kecelakaan lalu lintas juga berawal dari etika berlalu lintas yang kurang baik.
Syafii menjelaskan pembentukan etika bertransportasi untuk orang dewasa dapat muncul saat membuat Surat Izin Mengemudi (SIM). Kepolisian juga harus menegakkan hukum secara merata agar masyarakat juga merasa mendapat perlakuan sama.
“Saya sangat mengapresiasi ETLE di Solo, ini juga membentuk budaya berlalu lintas yang baik. Sosialisasi ETLE juga harus ditingkatkan agar lama-lama menjadi kebiasaan,” imbuh dia.
Ia menyebut kebiasaan baik berlalulintas juga dapat berawal dari masyarakat yang takut terkena sanksi ETLE. Sistem ETLE membuat masyarakat tertib berlalu lintas di mana pun berada. Hal itu dapat membuat masyarakat perlahan-lahan terbiasa tertib berlalu lintas.
