SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, JAKARTA &mdash;</strong> Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (<a href="http://news.solopos.com/read/20171225/496/879746/geng-motor-remaja-ditangkap-karena-jarah-toko-lpai-pertanyakan-kinerja-polisi">LPAI</a>) Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto cemas permainan tradisional akan diakui bangsa asing.</p><p>Oleh sebab itu Kak Seto minta permainan tradisional segera dipatenkan agar tidak diakui bangsa lain. "Mudah-mudahan dilanjutkan dengan berbagai penelitian [tentang] manfaat permainan tradisional. Juga dipatenkan supaya permainan-permainan dari warisan nenek moyang ini menjadi hak paten bangsa Indonesia, tidak diakui negara lain. Ini juga membuat anak tidak terlalu bermain gawai," kata dia dalam <em>Diskusi Pro 3 RRI</em> bertema <em>Literasi Media untuk Mewujudkan Generasi Jenius</em>.</p><p>Hadir dalam diskusi itu Ketua Seto Mulyadi, Dirjen Komunikasi dan Informatika Niken Widiastuti, dan perwakilan <a href="http://semarang.solopos.com/read/20161116/515/769457/kementerian-pppa-bagikan-molin-di-hotel-horison-semarang">Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak</a>, Valentina Ginting, Selasa (31/7/2018).</p><p>"Mengingatkan, salah satu hak dasar anak adalah bermain gembira. Bermain bukan hanya bermain di dalam ruangan, bermain gawai yang sendirian, tapi juga bermain gembira di luar," kata Kak Seto.</p><p>LPAI dalam kesempatan itu mengampanyekan gerakan nasional Sasana atau Saya Sahabat Anak. Guru, sahabat, dan orang tua menjadi sahabat anak sehingga dalam mendidik tidak ada unsur kekerasan maupun pemaksaan.</p><p>Untuk mencetak generasi genius (gesit, empati, berani, unggul, dan sehat) sebagaimana tema acara, perlu peran serta berbagai pihak, khususnya orang tua. Keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pendidikan karakter. Meski demikian pembentukan karakter anak juga memerlukan sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.</p><p>Valentina Ginting mengatakan Internet dan media sosial merupakan tantangan karena bisa berdampak positif atau sebaliknya berdampak negatif. "Ketika kita menjadi bagian dari budaya digital, Internet dan media merupakan tantangan karena ibarat pisau bermata dua. Jadi bisa berdampak positif atau sebaliknya, negatif. Sayangnya, saat ini, yang lebih kuat gejalanya adalah dampak negatif pada perkembangan anak," kata dia.<br /><br />Menurut dia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai orang tua. Misalnya, penggunaan media pada saat ini makin personal. Sebelumnya penggunaan media lebih berdimensi sosial karena dipakai bersama-sama, misalkan satu pesawat televisi ditonton bersama-sama seluruh anggota keluarga. Dengan demikian kontrol akses media lebih mudah dilakukan.<br /><br />Valentina menilai perlu penguatan<a href="http://semarang.solopos.com/read/20141208/515/558356/era-televisi-digital-kpid-jateng-gencar-lakukan-kegiatan-literasi-media-kepada-masyarakat"> literasi digital</a>. Pada dasarnya Internet bisa berdampak positif karena membawa pada dunia tanpa batas. Untuk mewujudkan media yang sehat bagi anak harus tetap mengedepankan tanggung jawab orang tua, sekolah, pembuat konten, hingga pemerintah sebagai regulator.</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p>

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya