SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

KLATEN — Aliansi Rakyat Anti Korupsi Klaten (ARAKK) menganggap bahwa Peraturan Daerah (Perda) No 9/2006 tentang Pilkades dan Peraturan Pemerintah (PP) No 72/2005 melempem mengingat masih banyaknya kalangan kepala desa (kades) yang menjadi pengurus partai politik (parpol).

Koordinator ARAKK, Abdul Muslih, mengatakan Pasal 16 pada PP No 72/2005 secara terang-terangan disebutkan bahwa kalangan kades dilarang menjadi pengurus parpol. Sebenarnya kalangan kades sudah mengajukan judicial review untuk mengubah aturan tersebut pada 2006 silam. Akan tetapi, dalam putusan judicial review, Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa para kades tidak boleh menjadi pengurus parpol.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selain di PP No 72/2005, larangan bagi kades terlibat dalam politik praktis dengan menjadi pengurus parpol juga tertuang dalam Perda No 9/2006. Penegakan perda, kata Muslih, sebenarnya menjadi kewenangan Pemkab Klaten sendiri. Kendati demikian, pihaknya banyak menemukan kalangan kades yang menjabat sebagai pengurus parpol.

Ekspedisi Mudik 2024

“Penegakan perda dan PP itu tidak ada. Dua payung hukum itu melempem. Sebenarnya untuk apa aturan itu dibuat jika harus dilanggar,” terang Muslih kepada Solopos.com, Jumat (17/5/2013).

Muslih mengkhawatirkan adanya diskriminasi dalam pelayanan warga jika kades terlibat politik praktis. Dia tidak mempersoalkan jika kalangan kades tersebut hanya menjadi simpatisan, tetapi tidak menjadi pengurus parpol.

“Yang namanya kades itu harus menjadi bapak bagi semua warganya. Kalau terlalu sibuk di partai tentu gak baik. Apalagi bersikap diskriminatif terhadap warganya yang tidak mendukung partai tersebut,” ungkapnya.

Ketua Panitia Pengawas Kecamatan Pedan, Sarwono, mengatakan setidaknya terdapat empat kades di daerahnya yang menjadi pengurus parpol. Menurutnya, sudah seharusnya mereka mengundurkan diri dari pengurus parpol karena terpilih sebagai kades.

“Saat kami peringatkan, kades itu tak menggubris. Dia malah bilang, presiden saja bisa jadi ketua umum partai, masa kades tidak? Masalahnya memang tak ada aturan yang melarang presiden jadi pemimpin partai, kalau bagi kades kan jelas ada payung hukum yang tegas melarang hal itu,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya