SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan dini (JIBI/Solopos/Antara-blogammar.com)

Para kepala desa di Boyolali menolak menghadiri hajatan pernikahan dini warganya.

Solopos.com, BOYOLALI — Para kepala desa (kades) di wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, sepakat tak akan menghadiri hajatan pernikahan di mana mempelainya masih di bawah umur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sikap tersebut sebagai upaya mengurangi tingginya angka pernikahan dini di Boyolali, khususnya di wilayah lereng Gunung Merapi-Merbabu. Demikian salah satu kesepakatan dalam deklarasi Generasi Berencana (Genre) yang digelar pemerintah desa bekerja sama dengan sejumlah elemen masyarakat peduli anak dan perempuan Boyolali, Sabtu (27/2/2017). (Baca juga: Tradisi Nikah Muda Gadis-Gadis Lereng Merbabu)

Dalam kegiatan yang digelar di Joglo Merapi, Kecamatan Selo, itu mencuat sebuah fakta salah satu faktor maraknya pernikahan dini karena paksaan orang tua. Anak-anak akhirnya tak punya pilihan lain selain patuh kemauan orang tua.

“Banyak di antara mereka [orang tua] yang memaksa untuk menjodohkan anak dengan berbagai alasan tanpa memerhatikan kebutuhan anak. Sedangkan anak tidak punya kemampuan untuk menolak sehingga pernikahan usia anak tidak bisa terelakkan,” ujar Kades Lencoh, Mardi, dalam sambutannya.

Hal senada diungkapkan Kepala Desa Samiran, Marjuki. Dia secara tegas mengancam tak akan mendatangi hajatan pernikahan di mana usia mempelai masih di bawah umur. “Saya pernah diundang untuk memberikan sambutan dalam hajatan pernikahan, padahal ini tidak tercatat sah di KUA. Maka saya tegaskan, saya tidak akan datang jika diundang ke acara pernikahan seperti itu lagi,” ujarnya diamini Kades Senden, Sularsih.

Sularsih mengatakan pernikahan usia anak sangat merugikan perempuan karena banyak hak-hak mereka terampas. Perempuan, kata dia, tidak mendapat perlindungan hak ketika suaminya lalai atau meninggalkannya.

Kerugian lainnya juga dirasakan anak hasil pernikahan tersebut. Anak-anak akan kesulitan mendapatkan dokumen kelahiran dan surat surat penting seperti kartu keluarga, KTP, dan lain-lainnya.

Akibat kesulitan dokumen ini juga akan menyulitkan proses pembagian hak atas warisan dari orang tuanya. “Sebagai kepala desa saya menyampaikan kepada masyarakat untuk menghindari pernikahan di bawah tangan tanpa catatan dari KUA,” terangnya.

Aktivis Solidaritas Untuk Perempuan Dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM) Solo, Rahayu Purwaningsih, lebih menyoroti persoalan remaja yang memasuki masa pubertas. Pada masa inilah remaja sering kali dihadapkan pada persoalan-persoalan yang membuat mereka ingin tahu dan mencoba banyak hal.

“Remaja dihadapkan pada persoalan pada siapakah remaja mengadu serta bertanya yang menyangkut pubertas serta hal yang berbau seks,” jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya