SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis Indonesia)

Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis Indonesia)

BANTUL--Meski Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Desa Guwosari berinisial PI sudah meringkuk di Rumah Tahanan Bantul dan akan disidangkan dalam waktu dekat, Inspektorat Bantul tetap akan menelusuri awal terjadinya korupsi dana kas desa yang dilakukan perempuan berusia 37 tahun itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Inspektorat Pemkab Bantul, Bambang Purwadi, dalam kasus korupsi dana kas desa Rp342 juta yang dilakukan PI pada Juli lalu, Kepala Desa Guwosari (yang menjabat saat itu) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat juga dinilai bersalah.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau hanya mencari siapa yang salah, maka semuanya salah. Sebab, penggunaan uang untuk kepentingan pribadi itu terjadi juga karena kurangnya pengawasan dari Kades,” tegas Bambang, akhir pekan kemarin.

Padahal, Bambang menjelaskan, kewajiban Kades dan BPD melakukan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan. Dalam skala lebih besar, lanjut Bambang, masyarakat Guwosari juga dapat dikatakan salah. Sebab, masyarakat juga tidak menegur BPD agar mengingatkan Kades guna mengontrol dana kas desa tersebut. Alhasil, PI leluasa menyelewengkan dana untuk kepentingan masyarakat seluruh Desa Guwosari itu demi keuntungannya sendiri.

Maka itu, terlepas dari proses hukum yang ditangani Polres Bantul, Inspektorat berniat melakukan penelusuran guna menggali akar persoalan. Hasil penelusuran itu untuk memberikan solusi atas tuntutan warga Guwosari saat beraudiensi di ruang Komisi A DPRD Bantul, Jumat (2/11/2012).

Diberitakan sebelumnya, karena korupsi yang dilakukan PI, Pemdes Guwosari tidak bisa melaporkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) triwulan III 2011. Akibatnya, sejak triwulan IV 2011 hingga kini, Pemdes Guwosari tak dapat mencairkan ADD lagi. Untuk itu, warga Guwosari mendesak Pemkab dan DPRD memberi kebijakan khusus terkait proses pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) yang terhenti sejak triwulan III tahun 2011. Pasalnya, dengan uang kas yang hanya ada Rp1,5 juta, pemdes kesulitan meyusun dan merealisisasikan program kerja.

Menurut anggota Karangtaruna Guwosari, Pranasik Faihaan, belum adanya solusi konkrit dari Pemkab dan DPRD Bantul untuk mencairkan ADD yang tertunda tak ubahnya hukuman bagi seluruh warga Guwosari. “Satu orang yang salah, semua masyarakat jadi korban,” tandas Pranasik.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Bantul, Agus Effendi, mengatakan sebaiknya diambil kebijakan politik cut-off, alias ditiadakannya laporan ADD pada triwulan ke-III. “Cut-off bisa jadi jalan keluar selama ada dukungan dari Bagian Pemdes, Inspektorat dan Bagian Hukum Pemkab,” papar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya