SOLOPOS.COM - ilustrasi (ammaparentingcenter.com)

ilustrasi (ammaparentingcenter.com)

JOGJA—Pos Pelayanan Terpadu alias Posyandu yang dicanangkan sekitar pertengahan 1980-an hingga kini masih aktif dilakukan warga. Sayangnya di banyak desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kaderisasi Posyandu macet.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kader Posyandu di lingkungan Kota Jogja rata-rata sudah lanjut usia (lansia). Regenerasi kader sulit dilakukan karena ibu muda lebih suka menekuni kariernya dari pada terlibat dalam kegiatan sosial seperti Posyandu.

Situasi tersebut diakui oleh Kun Maryani, salah satu kader Posyandu RT 13 Kampung Ngadiwinatan, Kecamatan Ngampilan, Jogja. Menurutnya, tidak mudah untuk mencari pengganti para kader yang sudah lanjut usia. Karena dalam praktiknya, kader harus mampu memberikan pemahaman kesehatan ibu dan anak serta mau bekerja tanpa dibayar.

“Hampir semua Posyandu kendalanya seperti itu kesulitan mencari kader muda. Karena keluarga muda yang diminta menjadi kader biasanya sibuk dengan pekerjaan,” katanya saat ditemui Harian Jogja di rumahnya belum lama ini.

Kun Maryati, yang akrab dipanggil Bu Koco ini sebenarnya baru tiga tahun menjadi kader Posyandu. Ia termasuk generasi baru dalam Posyandu meskipun usianya sudah 64 tahun.

Sebelum menjadi kader ia adalah seorang guru. Empat tahun terakhir sudah memasuki masa pensiun dan memutuskan mengabdi kepada masyarakat dengan menjadi kader Posyandu. Pertemuan para kader, menurutnya rutin setiap tanggal 18.

Hal yang sama juga terjadi di Bantul. Koordinator Posyandu Sorowajan, Banguntapan, Rustati mengatakan regenerasi kader pengurus memang sulit dilakukan. Bahkan nyaris tidak ada pergantian dari tahun ke tahun. “Sehingga, pengurusnya masih itu-itu saja,” ujarnya.

Di Sorowajan terdapat 150 balita dan 30 lansia dengan jumlah kader posyandu untuk balita sebanyak 11 orang dan untuk lansia sebanyak empat orang. Terkadang, saat posyandu digelar tiap bulan tiap tanggal 9, tidak semua kader bisa datang karena ada pekerjaan lain.

Ia mengakui, untuk mengajak para ibu di desanya agar mau bergabung menjadi kader posyandu bukan hal mudah. Selain karena alasan kesibukan, kebanyakan juga belum memiliki kesadaran tentang pentingnya peran kader dalam kesehatan ibu, bayi dan lansia. “Apalagi ini kerja sosial, tidak dibayar. Jadi masih banyak yang belum mau bergabung,” jelasnya.

Rustati mengaku dusun Sorowajan terletak di pinggir kota sehingga sebagian besar masyarakat terutama ibu-ibu di daerahnya adalah pekerja. Sehingga, untuk kegiatan sosial semacam keterlibatan menjadi kader posyandu kurang aktif.

Meski dengan jumlah kader yang terbatas, namun Rustati mengaku kader yang ada sekarang dibekali kemampuan dan pengetahuan yang cukup tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Kader Pria

Saking sulitnya mencari kader Posyandu, Kepala Puskesmas Ngampilan, dr P.A. Mahdayanti mengaku tak jarang puskesmas memilih kader pria asal mampu dan mau menjalankan tugasnya. Kesulitan kaderisasi tersebut, sebenarnya tidak berpengaruh pada tujuan utama sebagai ujung tombak Puskesmas memberi pengetahuan kesehatan bagi ibu dan anak secara langsung.

Untuk meningkatkan pengetahuan akan kesehatan, diberikan penyluhan rutin oleh Puskesmas. “Secara periodik kami memberi penyuluhan kepada ratusan kader di 21 RW di Ngampilan untuk merefresh pengetahuan tentang kesehatan,” katanya.

Realitas di lapangan banyak yang berusia di atas 50 tahun masih menjadi kader. Namun tugas kader tidak hanya dibekali pengetahuan kesehatan saja, tetapi administrasi yang rutin. Sehingga kemampuan mengelola administrasi berkelanjutan juga diperlukan. Sehingga sering ada kader yang mengundurkan diri karena tidak sanggup. “Memang dibutuhkan orang yang jiwa sosialnya tinggi. Awalna mau menjadi kader tetapi lama-lama kendor karena tidak kegiatan saja tetapi administrasi rutin setiap bulan,” imbuh Kepala Puskesmas yang baru 1,5 bulan bertugas di Puskesmas Ngampilan tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Jogja Tuty Setyowati menilai kader yang sudah lansia tidak masalah. Yang terpenting mereka ikhlas dan bersedia melakukan tugasnya. Usia lansia bisanya lebih paham mengenai seluk beluk ibu dan anak. Selain itu, juga menambah kegiatan. “Biasanya ibu-ibu itu senang jadi kader Posyandu karena ada kegiatan,” jelasnya.

Tuty menambahkan, posyandu kaitannya langsung dengan Puskesmas setempat. Sementara puskesmas adalah kepanjangan tangan dari dinas, sehingga saling berkaitan. Bisanya dinas akan melakukan koordinasi terkait jaminan kesehatan bagi kader. “Kader ini tidak dapat bayaran, tapi mereka mendapat jaminan kesehatan,” terang Tuty.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya