SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<blockquote><p>Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (20/8/2018). Esai ini karya Hadis Turmudi, dosen di STMIK Cipta Darma Solo. Alamat e-mail penulis adalah adis.mandiri@yahoo.com.</p></blockquote><p><strong>Solopos.com, SOLO –</strong> Bagi masyarakat muslim yang tinggal di perdesaan, momentum Iduladha merupakan salah satu momentum yang sangat ditunggu. Iduladha adalah ritual penyembelihan dan pemotongan hewan kurban. Oleh karena itu, Iduladha banyak disebut warga sebagai Idulkurban.</p><p>Selain dalam rangka melaksanakan perintah Tuhan dan mengikuti serta meneladani ketaatan Nabi Ibrahim AS bersama putranya Ismail, hari raya kurban merupakan momentum terjalinnya solidaritas sosial dan kesetiakawanan masyarakat.</p><p>Saya selalu melihat daging kurban yang dibagikan kepada warga tidak hanya dimonopoli satu golongan, namun juga dinikmati seluruh warga masyarakat desa. Di balik ritual tahunan tersebut selama ini terselip satu ganjalan yang mengusik benak saya sebagai warga masyarakat yang tinggal di perdesaan.</p><p>Benak saya terusik tatkala prosesi penyembelihan dan pemotongan hewan kurban tiba setelah sebelumnya umat Islam melaksanakan Salat Iduladha secara bersama-sama, baik di masjid-masjid maupun di tanah lapang.</p><p>Penyembelihan dan pemotongan hewan kurban mayoritas diawaki kalangan tua yang usia mereka jauh melampaui kekuatan fisik mereka. Itu pun jumlah mereka dapat dihitung dengan jari tangan, tidak termasuk ayah saya yang kini menginjak usia 90 tahun.</p><p>Ayah saya masih dipercaya warga desa untuk menyembelih hewan kurban yang jumlahnya kadang tidak menentu. Sedangkan golongan muda, termasuk saya, hanya menjadi penonton, kalaupun membantu sifatnya ala kadarnya sebagai bentuk &rdquo;rasa guyub&rdquo; di lingkungan masyarakat desa.</p><p><strong>Generasi Tua</strong></p><p>Tenaga penyembelih dan pemotong hewan kurban di desa-desa dewasa ini sangat minim jumlahnya dan tidak seimbang dengan <span>jumlah hewan kurban yang terus meningkat tiap tahun</span>. Hewan kurban itu dikelola panitia kurban di musala atau masjid.</p><p>Banyak musala atau masjid yang mengandalkan &rdquo;tukang jagal&rdquo; generasi tua seperti ayah saya atau panitia kurban mendatangkan para jagal dari luar kampung mereka, baik dari daerah lain maupun dari rumah pemotongan hewan yang jumlahnya sangat terbatas.</p><p>Jumlah tenaga muda di desa-desa sebenarnya sangat banyak, apalagi Hari Raya Kurban biasanya dijadikan libur nasional oleh pemerintah, tidak akan mengganggu aktivitas pekerjaan. Hal semacam itu tidak hanya terjadi di kampung saya di daerah, namun terjadi juga di banyak daerah lain.</p><p>Ini mengundang keprihatinan saya sebagai kaum muda di desa yang tidak bisa berbuat banyak menghadapi kondisi tersebut. Tidak dapat dimungkiri penyembelihan dan pemotongan hewan kurban memerlukan keahlian khusus yang bukan sekadar menyembeliah hewan seperti pada umumnya, namun harus mengetahui syarat sahnya.</p><p>Ritual penyembelihan hewan kurban merupakan ritual religius yang ditentukan syarat, rukun, dan sahnya. Sedangkan jenis hewan, umur, tata cara penyembelihan, dan proses pembagian daging kurban merupakan satu rangkaian prosesi yang tidak dapat dipisahkan.</p><p>Waktu penyembelihan hewan kurban sangat batas, hanya tiga hari. Fenomena tersebut terjadi setiap tahun. Sudah saatnya kita secara bersama-sama membuat suatu langkah terobosan guna menghadapi kelangkaan jagal di desa-desa.</p><p>Iduladha tiap tahun selalu diiringi peningkatan jumlah hewan kurban &nbsp;<span>yang diterima panitia</span>. Dengan langkah terobosan maka minimnya jagal lokal akan teratasi dan persoalan penyembelihan hewan kurban berikut pembagian dagingnya tidak akan kacau.</p><p><strong>Sinergi Banyak Pihak</strong></p><p>Selaras dengan itu kebangkitan jagal lokal akan mampu memberdayakan potensi tenaga lokal perdesaan. Penyembelihan hewan kurban tidak bisa dilepaskan dari berbagai unsur yang melengkapi, seperti kesehatan hewan, umur <span>hewan</span>, maupun proses pembagian daging.</p><p>Dalam penyembelihan diperlukan jagal yang profesional dan ahli, termasuk menguliti. Jagal profesional biasanya dari rumah pemotongan hewan dengan tarif jasa penyembelihan lebih tinggi pada Iduladha daripada pada hari biasa dan antre.</p><p>Warga masyarakat yang terbiasa menyembeliah hewan kurban saat ini jumlahnya bisa dihitung dengan jari dan itu pun biasanya berusia lanjut seperti ayah saya. Ketergantungan terhadap jagal dari rumah pemotongan hewan <span>saat moment</span>um Hari Raya Kurban seyogianya dihindari dan jagal lokal harus segera dibangkitkan.</p><p>Ada beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan. <em>P</em><em>ertama</em><em>,</em> pemerintah daerah &nbsp;harus mampu meningkatkan fungsi dan peran rumah pemotongan hewan. Tempat jagal hewan yang selama ini sebatas menerima penyembelihan hewan dari pengusaha daging atau warga harus ditingkatkan menjadi tempat bagi warga masyarakat yang ingin mengikuti pelatihan penyembelihan hewan kurban.</p><p>Pemerintah daerah harus bertindak sebagai fasilitator bagi warga yang ingin mengikuti pelatihan penyembelihan hewan kurban tersebut, baik dari urusan teori maupun praktik menyembelih hewan dengan mnyediakan binatang ternak.</p><p><em>K</em><em>edua</em>, takmir masjid yang biasanya bertindak sebagai panitia penyembelihan hewan kurban harus mampu mengakomodasi keinginan warga serta menggugah antusiasme warga guna mengikuti pelatihan penyembelihan hewan kurban yang diadakan pemerintah daerah atau rumah pemotongan hewan.</p><p>Dengan peran aktif dari takmir masjid akan didapat kader muda di desa-desa guna mengatasi minimnya jagal lokal. Selaras dengan itu, pelatihan tersebut berdampak terwujudnya keteraturan warga dalam pembagian daging kurban yang biasanya diwarnai kericuhan.</p><p><em>K</em><em>etiga</em>, keterlibatan pihak ketiga seperti lembaga swadaya masyarakat di daerah maupun lembaga pendidikan formal maupun nonformal dalam penyelenggaraan pendidikan dan latihan jagal hewan kurban. Universitas Gadjah Mada setiap tahun mengadakan pelatihan penyembelihan hewan kurban.</p><p>Pada 2017 lalu Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada &nbsp;<span>mengadakan </span>pendidikan dan pelatihan jagal hewan kurban di Kabupaten Bantul yang diikuti 100 orang tokoh agama maupun warga. Pelatihan ini mampu mengurangi ketergantungan panitia kurban terhadap jagal dari rumah pemotongan hewan.</p><p>Dengan sinergi berbagai pihak kaderisasi jagal lokal &nbsp;yang andal akan mengatasi minimnya tenaga penyembelih hewan kurban saat Iduladha tiba. Potensi tenaga lokal perdesaan bisa dioptimalkan sehingga tenaga lokal &nbsp;bisa menjadi tenaga ahli yang mampu meningkatkan ekonomi keluarga dan secara tidak langsung mengurangi jumlah pengangguran.</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya