SOLOPOS.COM - Kadarisman menunjukkan hasil olahan makanan berbahan baku ikan yang ia produksi, Rabu (14/3/2018). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Keuntungan dari bisnis makanan olahan berbahan baru ikan kini makin menjanjikan

Harianjogja.com, BANTUL--Keuntungan dari bisnis makanan olahan berbahan baru ikan kini makin menjanjikan. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu pengusaha olahan ikan, Kadarisman, warga warga Kopek, Desa Srihardono, Kecamatan Pundong. Kuncinya memperluas jaringan dengan pihak-pihak lain.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ditemui di rumahnya, Kadarisman mengaku telah memulai usaha ini sejak1997 silam dengan modal awal hanya Rp500.000. Awalnya, Kadarisman hanya memproduksi wader goreng yang dipasarkan di sekitar tempat tinggalnya.

Selain terkendala modal, pria berumur 40 tahun ini mengaku selalu terkendala dengan bahan baku yang sulit didapat. Baru saat ia bergabung dengan Asosiasi Pengolah dan Pemasar Ikan Prajamina pada 2011 lalu, kendala tersebut mulai bisa diatasi.

Pasalnya anggota asosiasi tersebut beragam namun apa-apa yang dimiliki tiap anggota bisa bermanfaat bagi yang lainnya. “Ada yang bisa menyuplai bahan baku, ada yang membeli untuk dijual kembali,” ucapnya, Rabu (14/3/2018).

Sejak saat itulah, Kadarisman mengaku mulai memproduksi berbagai jenis makanan olahan. Seperti bandeng presto, otak-otak bandeng, abon tuna, nugget, dan beberapa makanan berbahan baku ikan lain. Karena mulai merambah pada jenis makanan olahan, target pasarnya semakin luas.

Meski sudah mempekerjakan enam pegawai, ia menyebut sempat kewalahan melayani pesanan dari konsumen. Sebab selain menjual di kantor-kantor, Kadarisman kini juga melayani sejumlah toko modern dan rumah sakit.

Bahkan dia menjual makanan olahan tersebut secara curah kepada pembeli untuk kemudian dikemas dan dipasarkan kembali. “Sebulan keuntungannya paling tidak Rp10 juta,” ucapnya.

Lebih lanjut, pria yang pernah menjadi tukang bangunan dan pedagang bawang ini menuturkan setiap harinya ia bisa menghabiskan bahan baku berupa ikan laut sedikitnya 50 kilogram.

Begitu pula dengan bahan baku ikan air tawar seperti bandeng dan wader. Seluruhnya diolah menjadi berbagai macam olahan makanan termasuk frozenfood (makanan beku) yang dibandrol dengan harga sekitar Rp12.000 per bungkusnya.

Trik lain yang ia lakukan untuk mengembangkan bisnisnya adalah melakukan standarisasi bahan baku. “Kalau kualitas bahannya tidak bagus, konsumen pasti komplain,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan (Diperpautkan) Bantul, Pulung Haryadi mendorong para pengusaha di wilayahnya untuk memperluas jaringan. Caranya dengan bergabung dengan asosiasi-asosiasi yang ada.

Namun demikian ia mengaku belum terlalu banyak asosiasi pengusaha di Bantul. Contohnya saja asosiasi terkait bahan baku dan pengolahan ikan yang hanya ada tiga.

Meskipun sedikit, Pulung mengklaim sudah banyak memfasilitasi pengusaha yang tergabung dalam asosiasi. Dari segi pemasaran misalnya, Diperpautkan juga sudah mengadakan pelatihan pemasaran secara daring.

Namun menurutnya pemasaran daring ini belum banyak dilirik pengusaha. Selain belum mampu menguasai urusan teknis, pengusaha terkadang sudah cukup merasa kesulitan meladeni pesanan yang masuk secara offline.

“Yang online ini memang berlum bisa head to head dengan konsumen. Sementara ini kami usahakan memuat profil usaha di website milik dinas. Selain itu juga kami juga adakan pasar tani,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya