SOLOPOS.COM - Foto udara kebakaran lahan di kawasan Kabupaten Banyuasin, Sumsel, Selasa (20/10/2015). Berdasar pantauan satelit Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menemukan 654 titik panas berada di Sumatra Selatan. (JIBI/Solopos/Antara/Nova Wahyudi)

Kabut asap membuat industri dan produk minyak kelapa sawit jadi kambing hitam. Menteri Perdagangan punya jawabannya.

Solopos.com, JAKARTA — Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi hampir tiap tahun akibat pembukaan perkebunan, termasuk kepala sawit, mencapai puncaknya pada 2015 dengan kabut asap yang juga mengganggu negara-negara Asia Tenggara. Produk sawit Indonesia pun terganjal karena persoalan terkait lingkungan ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal Indonesia sudah lama memperjuangkan produk sawit sebagai salah satu produk yang termasuk environmental goods (komoditas ramah lingkungan). Namun, kenyataannya produk Indonesia gagal masuk kategori tersebut. Menteri Perdagangan Thomas Lembong kini memiliki pandangan berbeda dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

Ekspedisi Mudik 2024

“Beberapa tahun lalu diluncurkan kategori environmental goods yang diluncurkan negara maju. Saat itu indonesia memang berupaya agar produk kelapa sawit masuk dan tidak berhasil karena mungkin pro dan kontranya keras soal isu ramah lingkungan,” kata Thomas Lembong dalam wawancara di Jakarta, Kamis (19/11/2015).

Lembong tampak realistis dengan kondisi produksi kelapa sawit yang memang sangat terkait dengan isu lingkungan. Menurutnya, ada pertimbangan selain dampak lingkungan, yaitu peran industri sawit dalam mengangkat perekonomian warga dalam skala besar.

“Bagi saya pribadi, perkebunan kelapa sawit mengangkat puluhan juta orang dari kemiskinan, tak bisa dipungkiri terkait pertumbuhan ekonomi inklusif, faktanya jelas, angkanya jelas. Jadi kalau dikatakan development goods mudah-mudahan bisa diterima,” ujarnya.

Lembong juga tidak khawatir masalah kebakaran lahan dan lahan selama 2015 akan menghambat upaya negosiasi. “Bagi saya moto yang paling masuk akal, dunia tidak bisa hidup tanpa minyak sawit. Proporsi minyak sawit untuk total kebutuhan minyak nabati dunia saat ini sangat besar, tidak mungkin dihilangkan. Jika kebutuhannya dikurangi saja, hal itu akan mengakibatkan banyak masalah.”

Lembong juga sadar minyak kelapa sawit juga punya saingan karena bisa disubsitusi dengan minyak kedelai. Namun, tak mudah menggantikan minyak sawit karean ketergantungan pasar dunia akan produk ini. Kini, yang terpenting menurutnya adalah mencari jalan supaya produksi sawit bisa lebih ramah lingkungan.

“Minyak sawit penting, siapa pun berkampanye hitam tidak masuk akal. Hanya tinggal mencari praktek yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dari generasi ke generasi, selalu ada inovasi di prosedur teknologi, ini tantangan kita agar lebih cepat berinovasi dan mencari teknologi untuk mencari kebijakan memperbaiki keadaan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya