SOLOPOS.COM - Para warga memanggul peti mati berisi jenazah maestro campursari Sragen, S. Harsono, saat prosesi pemakaman di rumah duka di Dukuh Pedaaan RT 005, Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Sabtu (22/10/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kabar duka, mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman terlihat di antara para seniman dan pelayat yang melepas kepergian S. Harsono.

Solopos.com, SRAGEN — Pinggir jalan alternatif Ngrampal-Ngarum, tepatnya di Dukuh Pedaan, Desa Bener, Ngrampal, dipadati mobil dan motor. Selembar bendera warna merah terpasang di gapura pintu masuk jalan desa.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sepanjang 50 meter dari jalan itu, ratusan warga berkumpul. Mereka duduk di kursi plastik dengan berteduh di bawah pohon dan di bawah kajang. Mereka terdiam mengikuti rangkaian acara pemakaman di rumah yang menghadap ke arah matahari terbenam itu.

Kedatangan mereka untuk menyampaikan bela sungkawa atas kepergian seniman senior, S. Harsono atau Mur Harsono, yang meninggal dunia pada Jumat (21/10/2016). Karangan bunga dari Gubernur Jawa Tengah, Bupati dan Wakil Bupati Sragen, dan keluarga besar seniman campursari Didi Kempot berjajar di jalan masuk ke rumah maestro campursari Sragen itu.

Para produser campursari dan seniman lainnya hadir di tempat itu. Mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman pun hadir bersama budayawan Sragen Pine Wiyatno atau Mbah Pine.

Komedian Agus Kethus juga hadir untuk mengantar kepergian S. Harsono untuk kali terakhir. “Pak Harsono itu mulai mengenal not lagu setelah berguru ke Pak Gino, seorang seniman cokek kondang dari Dukuh Mentir, Desa Bener. Ia belajar campursari bersama saya pada 1980-an. Lagu pertama dan bisa mendobrak panggung hiburan itu berjudul Aduh Segere yang populer pada 1984. Setelah itu saya fokus menjadi perangkat desa,” ujar Sukarjo, 50, teman dan tetangga dekat S. Harsono, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (22/10/2016) siang.

S. Harsono tutup usia pada umur 53 tahun. Sebelum meninggal, Harsono ingin ziarah ke makam orang tuanya di Makam Mbah Bambang Bener. Belum sempat keinginan itu terlaksana, Harsono lebih dulu dipanggil Tuhan.

Harsono meninggalkan istri Sri Suwati dan seorang anak dan cucu. “Nama kecilnya memang Mur Harsono. Setelah menikah mendapat nama tua Siswa Harsono. Jadi terkenalnya S. Harsono,” ujar Sukarjo yang juga Bayan Pedaan.

Pelawak Sragen, Agus Kenthus, mewakili para seniman Sragen dan seniman nasional merasa kehilangan komponis campursari dan juga maestro campursari itu. Agus mengenal Harsono sejak 1980-an. Agus menyebut karya campursari ciptaan Harsono mencapai ratusan lagu.

“Pak Harsono mampu membawa nama Sragen ke jagat nasional bahkan sampai luar negeri pada 1985. Saat itu merupakan hari ulang tahun [HUT] Mekar Asri yang hingga sekarang Mekar Asri masih jalan. Di rumah inilah lagu-lagu beliau lahir. Rumah ini menjadi inspirasi para seniman dan di belakang rumah masih ada studio mini yang menjadi tempat rekaman para artis campursari,” katanya.

Agus hanya bisa berharap para seniman muda bisa melanjutkan karya-karya di dunia campursari. Mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman mengenal Harsono bukan sebagai pekerja seni tetapi sebagai kreator seni.

“Sragen kehilangan putra terbaik di bidang campursari. Pak Harsono itu merupakan salah satu kreator seni. Saya mengenal beliau sejak 15 tahun terakhir. Bahkan lagu kampanye saya saat pilkada [pemilihan kepala daerah] lalu yang mencipta juga Pak Harsono,” kata Agus saat berbincang dengan Espos di rumah duka.

Agus berpesan kepada para seniman muda agar meniru kreator seni seperti Harsono. Hinggi kini Agus belum menemukan seniman campursari yang memiliki kualitas seperti maestro campursari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya