SOLOPOS.COM - Suharno, 44, Dukuh Menjing RT 003/RW 009, Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo, memangku anaknya Fifandia Arif Arohman, 10, di rumahnya, Kamis (1/9/2016). Fifandia diduga mengidap tumor mata namun belum bisa diobati karena ketiadaan biaya. (Trianto HS/JIBI/Solopos)

 

Kabar duka menyelimuti Dukuh Menjing Gayam, Sukoharjo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Solopos.com, SUKOHARJO —  Fifandya Arif Arrahman, 10, siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mulur, Bendosari, Sukoharjo, meninggal dunia, Kamis (6/10/2016). Fandi yang juga boca pesilat yang sering mengikuti kompetisi Sukoharjo tak kuasa melawan  tumor ganas di matanya.

Tiga buah bendera merah berbahan kertas dipasang di tiga titik sepanjang jalan kampung Dukuh Menjing RT 003/RW 009, Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo, Sukoharjo, Kamis (6/10). (Fandi Meninggal Dunia)

Tiga bendera itu dipajang di dua ujung jalan desa dan di ujung simpang tiga sebagai petunjuk arah lokasi rumah duka almarhum Fifandya Arif Arrahman, 10, siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mulur, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo. (Fandi Menderita Tumor Mata, Bantuan Mengalir)

Di ujung jalan kampung puluhan sepeda motor terparkir rapi di satu sisi jalan. Sebuah tenda didirikan menutup jalan kampung.

Tenda itu didirikan di depan rumah duka almarhum Fandi, panggilan akrab Fifandya. Ratusan pelayat silih berganti pulang dan pergi untuk menyampaikan rasa duka kepada ayahanda Fandi, Suharno dan keluarganya. Air mata menetes di pipi Suharno saat satu persatu tamu menyalaminya. (Ayah Fandi Butuh Bantuan)

Mengenakan baju batik, Suharno menyalami pentakziyah. Mata sembab menandakan kesedihan Suharno ditinggal anak kesayangannya. Bocah kelas V MIN Mulur meninggalkan keluarganya lebih dahulu setelah sekitar sebulan dirawat di RSU dr Sardjito, Yogyakarta. Fandi meninggal dunia karena tumor mata yang dideritanya.

“Selama dirawat di rumah sakit, Fandi selalu bercerita tentang sekolah. Keinginannya sekolah semakin kuat,” kata Suharno dengan terbata-bata.

Firasat

Suharno bercerita, beberapa hari menjelang meninggal Fandi sempat mengatakan keinginannya dibelikan sebuah laptop untuk belajar. Fandi, ujarnya, menyatakan akan terus giat belajar dengan lapton barunya. Namun keinginannya belum sempat terwujud setelah menghembuskan nafas terakhirnya Rabu pukul 22.00 WIB.

Firasat lain disampaikan Gembong Wahyu Senoaji, tokoh pemuda setempat. Dia mengaku merinding mengenang masa-masa Suharno menggendong Fandi.

“Pak Suharno ayah yang mencintai Fandi. Kemana pun keinginan Fandi dituruti dengan menggendonganya. Termasuk keinginan Fandi melihat pemakaman sebelum berangkat menjalani opname di RSU dr Sardjito, Yogyakarta,” ujarnya.

Gembong mengatakan hampir setiap malam Fandi mengeluhkan sakit yang dialami tetapi tidak disampaikan kepada siapapun kecuali ayahnya. Jarum jam menunjuk angka 11.00 WIB sebuah peti berwarna putih dengan berselimut hijau digotong oleh empat warga. Di belakangnya, ratusan pelayat mengikuti.

Mayoritas pelayat mengenakan pakaian hitam-hitam. Suharno tak kuasa beranjak dari duduknya karena sedih sehingga tak berangkat ke permakaman.

Liang kubur Fandi penuh dengan air. Sebuah mesin disel dihidupkan untuk menyedot air agar tidak menggenang. “Air terus keluar sehingga disedot,” ucap seorang penggali kubur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya