SOLOPOS.COM - Farel Prayoga dan Fire Amanda menyanyikan lagu Oplosan. (Youtube Aneka Safari Records)

Solopos.com, SOLO – “Wong koyo ngene kok disbanding-bandingke, saing-saingke yo mesti kalah.” Suara merdu artis cilik Farel Prayoga yang berpadu dengan alunan musik dari Om Sonata membius penonton panggung hiburan Pasar Malam Sekaten di Alun-Alun Kidul Keraton Solo, Rabu (21/9/2022) malam. Para penonton ikut bergoyang dan hanyut dalam irama lagu dangdut koplo ciptaan musisi asal Boyolali, Abah Lala.

Bocah kelas VI SD itu naik panggung sekitar pukul 21.30 WIB yang langsung disambut riuh penonton yang hadir. Total ada empat lagu yang dinyanyikan bocah yang mendadak menjadi artis itu di panggung Sekaten Solo. Mulai dari Joko Tingkir, Ojo Dibandingke, hingga Infone Masseehh. Berkat media sosial, Farel kini menjelma sebagai artis baru yang digandrungi banyak orang, dari anak kecil hingga orang tua.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Farel yang dulu biasa mengamen di jalanan Banyuwangi bersama ayahnya, kini menjadi idola baru yang disanjung banyak pihak, tak terkecuali pejabat di negeri ini. Sungguh betapa beruntungnya Farel yang mereguk kesuksesan setelah viral di media sosial. Ulasan lengkap mengenai kisah Farel yang mendadak jadi artis terkenal bisa dibaca dalam artikel Jurus Mendadak Artis ala Farel Prayoga & Tegar Septian.

Berita menarik lain yang disajikan di kanal Espos Plus terkait pernyataan kontroversi Luhut Binsar Panjaitan terkait selain orang Jawa lebih baik tidak mencalonkan diri jadi presiden. Berdasarkan fakta sejarah, sejak meraih kemerdekaan pada 1945, enam dari tujuh presiden Indonesia berasal dari Suku Jawa. B.J. Habibie jadi menjadi satu-satunya presiden dari luar Suku Jawa, tepatnya dari Etnis Gorontalo, Sulawesi.

Baca Juga: Teori Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman, Tuai Kontroversi tapi Raih Apresiasi

Pertanyaan apakah presiden negeri ini harus orang Jawa kerap muncul dan menghadirkan polemik menjelang digelar Pemilu Presiden di Indonesia. Lalu masih pantaskan dikotomi putra Jawa dan non-Jawa kembali diributkan menjelang Pemilu 2024? Ulasan lengkap mengenai pernyataan Luhut itu bisa dibaca dalam artikel 6 dari 7 Presiden RI dari Jawa tapi Dikotomi Jawa & Non-Jawa Cederai Demokrasi.

Berita menarik lain yang diulas di kanal Espos Plus terkait tradisi pengawetan mayat. Tradisi pengawetan mayat atau pemumian hampir ada di seluuruh benua di dunia, termasuk di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Suku Hubula di Lembah Baliem Papua, yang disebut Akonipuk. Jenazah yang diawetkan di Lembah Baliem itu bukanlah orang biasa, melainkan orang penting.

Baca Juga: Kasihan, Bayi Perempuan Masih Hidup Ditemukan di Pematang Sawah Bantul

Mereka diawetkan karena ketokohannya saat hidup, sehingga sangat dihormati. Mereka juga dipercaya memiliki kekuatan tertentu dari leluhur atau nenek moyang. Berkat ketokohan mereka saat masih hidup, suku-suku lain turut menghormati sosoknya. Ulasan lengkap mengenai tradisi pengawetan mayat ini bisa dibaca dalam artikel Akonipuk, Mumi Ratusan Tahun dari Lembah Baliem Papua.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan sudut pandang khas dan pembahasan mendalam dengan basis jurnalisme presisi. Membaca konten premium akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang suatu topik dengan dukungan data yang lengkap. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium di kanal Espos Plus.

Baca Juga: Cerita di Balik Tingginya Kaum Boro Wonogiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya