SOLOPOS.COM - Salah satu petani kakao, Dariyati, 47, mengecek kebun kakao di Kecamatan Girimarto, Wonogiri. Foto diambil belum lama ini. (Istimewa/Parno)

Solopos.com, WONOGIRI—Produksi kakao di Kabupaten Wonogiri meningkat dari 392 ton pada 2019 menjadi 402 ton pada 2020. Salah satu faktor pemicu kenaikan itu adalah periode hujan yang relatif panjang sehingga kebutuhan air terpenuhi.

Kepala Seksi Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Parno, mengatakan jumlah produksi kakao rata-rata 465 kilogram per hektare atau sekitar 402 ton dari total lahan yang ditanam pohon kakao produktif pada 2020. Ada sekitar 866 hektare tanaman kakao produktif dan 296 hektare belum produksi atau tahap penanaman di Wonogiri.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Data tersebut menunjukkan ada peningkatan produksi kakao. Berdasarkan Kabupaten Wonogiri dalam Angka 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik Wonogiri, produksi tanaman perkebunan kakao 390 ton pada 2018 meningkat menjadi 392 ton pada 2019.

Baca Juga: 2 Hari Keluar Penjara, Warga Boyolali Kuras Rumah Guru di Jatinom

Ekspedisi Mudik 2024

“Cuaca mendukung karena kemarau tidak panjang membuat banyak bunga-bunga menjadi buah,” kata dia kepada Solopos.com, Kamis (2/12/2021).

Parno mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga membantu petani untuk mengatasi hama buah kakao melalui penyuluhan dan perlengkapan. Pemerintah berupaya mendorong petani untuk merawat tanaman dengan memangkas dahan/daun untuk meningkatkan produksi.

“Pemangkasan berat dilakukan pada musim penghujan enggak masalah. Pemangkasan ringan bisa dilakukan pada kemarau supaya daun tidak terlalu rimbun. Sinar matahari membuat buah tidak lembab sehingga lalat tidak bersarang,” paparnya.

Baca Juga: Ada PPKM Level 3, Disdikbud Boyolali Berencana Geser Libur Sekolah

Menurut dia, produksi tahun ini diprediksi tidak jauh berbeda dengan jumlah produksi tahun lalu sebab kondisi cuaca hampir sama. Namun, untuk meningkatkan produktivitas dihadapkan pada tantangan pohon kakao yang sudah tua.

Dia mengatakan pohon kakao produktif berusia lima sampai 15 tahun. Setelah itu kulit pohon akan berjamur sehingga buah kakao tidak maksimal. Sebagian petani mulai melakukan pembibitan untuk peremajaan di Wonogiri.

“Kalau pemasaran selama ini kepada tengkulak ke Surabaya. Seharusnya kakao difermentasi lalu dijual namun bagi petani kurang meminati. Produksinya pertama males fermentasi karena harga fermentasi dan harga bukan fermentasi ditingkat pedagang sama. Petani itu jemur laku jual,” jelasnya.

Baca Juga: Akademisi, Birokrat, & Pengusaha Bahas Model Ketahanan Pangan di FP UNS

Kepala Desa Giriwarno, Purwanto, mengatakan ada 100-an orang petani kakao di desanya. Tantangan produksi petani dihadapkan pada kondisi pohon kakao yang butuh peremajaan namun sebagian petani mulai melakukan peremajaan pohon.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya