SOLOPOS.COM - Ilustrasi tikus. (Solopos-dok)

Solopos.com, KLATEN — Jumlah kasus leptospiroris di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menembus angka 26 kasus selama kurun waktu Januari 2020-Juli 2020. Dari angka tersebut, seorang pasien yang menderita leptospirosis di Klaten meninggal dunia.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, kasus leptospirosis di Klaten terus terjadi setiap tahunnya. Pada 2018, leptospirosis di Klaten mencapai 85 kasus dengan angka kematian mencapai 12 orang. Sedangkan psfs 2019, leptospirosis di Klaten mencapai 41 kasus dengan angka kematian sebanyak enam orang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Hingga sekarang [Januari 2020-Juli 2020], jumlah leptospirosis di Klaten mencapai 26 kasus [dengan 26 penderita leptospirosis]. Dari angka itu, ada satu orang yang meninggal dunia," kata Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Wahyuning Nugraheni, kepada Solopos.com, Senin (27/7/2020).

Ini Daftar Penghuni Baru Saham Acuan LQ45 dan IDX30, Sahamnya Bisa Dilirik

Wahyuning Nugraheni mengatakan penularan kasus leptospirosis di Klaten biasanya terjadi karena adanya manusia yang kontak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi, terutama tikus, baik yang ada di persawahan atau di rumah warga. Gejala penyakit leptospirosis di antaranya adalah mual, muntah, meriang, sakit kepala, nyeri otot, diare, demam, bagian mata berwarna putih menguning, dan lainnya.

"Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi kunci utama dalam mencegah leptospirosis [setelah selesai bekerja badan dicuci dengan menggunakan sabun di air yang mengalir]," katanya.

Pemicu Leptospirosis

Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Klaten, Anggit Budiarto, mengatakan kemunculan penyakit leptospirosis patut diwaspadai di Klaten. Saat kontak dengan air, bakteri penyebab leptospirosis dapat memasuki bagian tubuh yang mengalami luka terbuka.

"Pada kasus hingga kematian biasanya bermula dari terlambatnya penanganan [dianggap penyakit biasa]. Kami pun sering menyosialisasikan pentingnya menggunakan alat pelindung diri (APD) [termasuk petani yang terjun ke sawah dengan menggunakan sepatu bot]," katanya.

Wow, Konstruksi Masjid Al-Yahya Karanganyar Awet Sejak Zaman Wali Sanga

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Barepan, Kecamatan Cawas, Irmawan Andriyanto, mengatakan puluhan petani di desanya baru saja mengikuti sosialisasi penyakit leptospirosis di kantor desa setempat, Senin (27/7/2020). Hal itu ditujukan sebagai upaya pencegahan munculnya leptospirosis yang sudah membuat satu orang di Klaten meninggal.

"Di desa kami belum ada kasus leptospirosis. Tapi sosialisasi tadi sangat informatif bagi petani. Sosialisasi dilakukan dari Puskesmas Cawas. Intinya, leptospirosis itu tak hanya berasal dari hewan tikus, tapi hewan ternak apa pun juga bisa. Kami sarankan ke petani di Barepan selalu berhati-hati. Perhatikan kebersihan diri dan mengenakan APD, seperti sepatu bot saat ke sawah," katanya.

Irmawan Andriyanto mengatakan jumlah penduduk di desanya mencapai 900-an kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan buruh tani.

"Setelah acara itu rampung, ternyata banyak ketua RT yang menginginkan sosialisasi serupa. Ini menjadi respon positif untuk mencegah munculnya kasus leptospirosis," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya