SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Kasus kekerasan terhadap anak di Tanah Air dalam dua tahun terakhir jumlahnya  meningkat, dari 1.626 kasus pada 2008 menjadi 1.891 pada 2009.

Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah, kata Direktur Nasional World Vision Indonesia Trihadi Saptoadi, di Jakarta, Kamis (23/7).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia mengatakan, angka tersebut diterimanya berdasarkan laporan dari seluruh penjuru tanah air dan dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tanggal 23 Juli 2009.

Makin tingginya kekerasan terhadap anak tersebut, menunjukan bahwa perlindungan terhadap anak di Indonesia masih rendah, dengan demikian peluang tempat ramah bagi anak Indoensia masih sempit sekali.

Ekspedisi Mudik 2024

“Siapa lagi yang bisa memperjuangkan hak anak-anak tersebut,” jelasnya.

Peringatan hari anak itu, katanya, untuk mengingatkan bangsa ini akan eksistensi hak-hak anak yang harus dihormati dan dilingdungi.

Hal itu sebetulnya sesuai dengan isi konvensi hak anak yang diartikan oleh pemerintah Indonesia sejak 25 Agustus 1990, namun dalam kenyataannya, jumlah kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat.

“Kalau lingkungan keluarga dan lembaga pendidikan tidak lagi memberikan rasa aman kepada anak-anak, kemana lagi anak bisa mendapatkan hak-haknya,” kata Trihadi.

Dia mengatakan, melihat fenomena kekerasan terhadap anak yang terus meningkat, World Vision Indonesia lewat program pengembangan masyarakat atau Area Development Program (ADP) Sanggau, Kalbar.

ADP Kabupaten Sanggau itu mengadakan kerjasama dengan badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak (BP2KBPA) setempat memprakarsai pembentukan program Forum Perlindungan Anak-KDRT atau FPA-KDRT di empat kecamatan yaitu Tayan Hilir, Nanga Mahap, Sekayam, dan Kecamatan Batang Tarang.

Pembentukan FPA-KDRT itu awalnya mengikutsertakan perwakilan anak-anak dari empat forum yang masing-masing kecamatan terdiri atas 30-40 peserta anak.

Anak perserta forum itu umumnya siswa SMP dan SMA bersama dengan komponen masyarakat dan pemerintah di empat kecamatan tersebut.

Tokoh adat yang terlibat dalam forum itu adalah adat Dayaka, Melayu, tokoh agama, pemuda dan pemerintah kecamatan serta dinas terkait lainnya, tambahnya.

ant/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya