SOLOPOS.COM - Petani milenial asal Dukuh Tlogowono, Desa Bono, Kecamatan Tulung memproduksi pupuk organik di Griya Kompos Aji Berkah Tani, Sabtu (8/1/2022). Dalam sebulan, para milenial itu memproduksi 6 ton pupuk dengan bahan baku limbah baglog. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Petani milenial Desa Bono, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengembangkan produksi pupuk organik dari limbah. Mereka kini memproduksi 6 ton pupuk bio organik per bulan.

Pengembangan itu mereka lakukan berawal dari keprihatinan atas menumpuknya limbah di sekitar Bono. Limbah itu seperti limbah peternakan berupa kotoran sapi dan kambing serta limbah pertanian berupa dedaunan dan jerami.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Limbah lain yang tak kalah banyak dari industri rumah tangga berupa baglog atau media tanam jamur menyusul banyaknya tempat budi daya jamur di desa setempat. Limbah-limbah itu sebelumnya tak termanfaatkan dan teronggok di persawahan, jembatan, hingga pekarangan rumah warga.

Baca juga: Perjuangan Petani Panen Durian di Pegunungan, Seperti Bawa Tas Carrier

Pemuda desa setempat mulai berpikir agar limbah organik tersebut tidak terus menumpuk dan menimbulkan pencemaran. Hingga ada informasi fasilitas yang dibuka dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) terkait pembuatan pupuk. Kesempatan itu tidak mereka sia-siakan dengan harapan persoalan limbah bisa segera teratasi setelah diolah menjadi pupuk organik.

Mereka kemudian mendapatkan pelatihan dari Batan pada 2020. Kabar baik kembali diterima para pemuda itu. Ada investor dari Ide Bisnis Kreatif (IBK) yang menantang pemuda Klaten membikin program kegiatan inovatif dan kreatif dengan nilai investasi Rp30 juta.

Baca juga: KKN di Desa Sumberejo Wonogiri, Tim 301 UNS Bikin Pupuk Organik dari Tetes Tebu

Produksi Pupuk Organik dari Limbah

Pemuda Bono langsung mengajukan ide kreatif mereka mengolah pupuk organik dari limbah. Ide itu diterima dan mereka mendapatkan investasi sebagai modal untuk memproduksi pupuk organik.

Pada Januari 2021, empat pemuda usia 21-25 memantapkan diri mulai mengembangkan usaha pengolahan pupuk organik di Griya Kompos Aji Berkah Tani di Dukuh Tlogowono, Desa Bono. Dari keresahan banyaknya limbah, mereka mulai memanen berkah. Mereka berbagi peran mulai dari produksi hingga pemasaran.

Koordinator Griya Kompos Aji Berkah Tani, Afip Amrizal Basri, 24, menceritakan awalnya produksi pupuk organik sebanyak 800 kg per bulan. Seiring kian meningkatnya permintaan, kini produksi pupuk mencapai 6 ton per bulan. Diberi merek Luku, pupuk organik buatan pemuda Bono itu dijual seharga Rp30.000 per sak ukuran 20 kg. Tak hanya pupuk organik, mereka memproduksi media tanam hingga arang sekam.

Baca juga: Ini Alasan Petani Klaten Ngotot Tak Mau Jual Tanahnya untuk Jalan Tol

Sepetak pekarangan mereka manfaatkan untuk bengkel produksi. Selama setahun terakhir, pupuk organik dipasarkan langsung ke petani dan pemasaran bakal terus dikembangkan.

“Tahun ini kami mau bekerja sama dengan toko pertanian, reseller, hingga kelompok tani,” kata Afip saat ditemui di sela produksi pupuk, Sabtu (8/1/2022).

Soal produksi, Afip menjelaskan pengolahan pupuk organik itu diawali dari pengumpulan bahan baku seperti limbah peternakan serta limbah rumah tangga. Bahan-bahan yang sudah terkumpul kemudian dicampur dan ditambah Inoculant Microba Rizosfer (IMR) yang menjadi agen pupuk hayati. Setelah didiamkan 10-14 hari untuk proses fermentasi, pupuk organik bisa dipanen dan diaplikasikan ke lahan pertanian.

“Keunggulan dari produk pupuk ini yakni dari segi bahan baku bisa dari lingkungan sekitar dan prosesnya cukup cepat. Keunggulan lain yakni ada mikroba yang menjadi agen hayati dan bermanfaat untuk menyuburkan tanah dan mengantisipasi tanaman dari penyakit,” jelas Afip.

Baca juga: Peluang Petani Klaten Tanam Rojolele Srinuk dan Srinar Terbuka Lebar

Afip mengatakan produksi pupuk organik tersebut tak semata-mata mencari profit. Sejak bergelut pada produksi pupuk organik, mereka kian mengetahui kompleksnya persoalan pertanian. Salah satunya lahan pertanian yang “sakit” gegara kelebihan bahan kimia. Penggunaan pupuk organik menjadi cara untuk menyuburkan kembali lahan pertanian.

Para milenial itu gencar mengampanyekan pertanian organik termasuk pelatihan pembuatan pupuk organik. Mereka tak pelit ilmu dan membagikan pengalaman ihwal proses pembuatan pupuk organik petani maupun kalangan milenial.

“Kegiatan di sini kami arahkan pada sosial bisnis. Kami ingin petani bisa mandiri pupuk,” kata Afip yang juga Ketua Komunitas Petani Muda Klaten.

Baca juga: Catatan Evolusi di Gunung Lawu Purba dan Ketika Malioboro Tanpa PKL

Salah satu milenial di Griya Kompos Aji Berkah Tani, Aji rahman widiyanto, 21, mengatakan tertarik di pertanian lantaran sedari kecil kerap diajak ke sawah. Aji menuturkan terlibat dalam proses produksi pupuk organik tersebut tak semata-mata ingin mendapatkan penghasilan.

“Tertarik ikut lebih ke sosial untuk memulihkan tanah. Potensi pengembangan pupuk organik saat ini masih sangat terbuka,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya