SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan Baiq Nuril untuk mengajukan amnesti (pengampunan) kepada Presiden pasca-penolakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA).

“Boleh [mengajukan amnesti], secepatnya,” kata Presiden Jokowi di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/7/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta rupiah. Dia dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Haji Muslim.

Ekspedisi Mudik 2024

Apa yang dilakukan Baiq Nuril malah dianggap membuat keluarga besar Haji Muslim malu. Saat Baiq Nuril mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 namun PK itu juga ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atas Baiq Nuril tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku.

“Saya tidak ingin mengomentari apa yang sudah diputuskan mahkamah, karena itu pada domain wilayahnya yudikatif. Ya nanti kalau sudah masuk ke saya, jadi kewenangan saya,” ungkap Presiden.

Presiden juga mengaku bila ada permohanan amnesti yang diajukan Baiq Nuril kepada dirinya maka ia akan membicarakannya lebih dulu dengan Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Menko Polhukam.

“Untuk menentukan apakah amnesti, apakah yang lainnya. Tapi perhatian saya sejak awal kasus ini, tidak berkurang, sekali lagi kita harus menghormati keputusan yang sudah ditetapkan mahkamah. Itu bukan pada wilayah eksekutif,” ungkap Presiden.

Majelis hakim dalam sidang PK Baiq Nuril yang diketuai Suhadi dan beranggotakan Margono dan Desnayeti, tak membenarkan dalil Baiq soal adanya kekhilafan hakim MA dalam putusannya di tingkat kasasi. Menurut majelis hakim, putusan di tingkat kasasi sudah tepat.

“Alasan permohonan PK, pemohon yang mendalilkan bahwa dalam putusan judex juris atau MA dalam tingkat kasasi mengandung muatan kekhilafan hakim atau kekeliruan, yang nyata tidak dapat dibenarkan. Karena putusan judex juris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya,” kata juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro.

Majelis hakim sidang PK justru menilai kasus yang menjerat Baiq, yaitu mentransmisikan konten asusila sebagaimana diatur dalam UU ITE memang terjadi. Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolahnya, Muslim.

Muslim sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri. Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum.

Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan ia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan. Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik” tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya