SOLOPOS.COM - Pekerja melakukan pemasangan rel untuk kereta cepat di depo Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (11/10/2021).(Antara/Raisan Al Farisi)

Solopos.com, JAKARTA — Pro dan kontra mengiringi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung salah satunya akan dibiayai oleh APBN.

Sebagai informasi, izin Jokowi itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Perpres tersebut merupakan perubahan atas Perpres No 107/2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Terdapat sejumlah poin utama yang terdapat dalam revisi beleid tersebut. Utamanya, proyek Kereta Cepat Jakarta- Bandung kini bisa didanai oleh APBN.

Baca juga: Kembali Gelar Demo, Peternak Unggas Desak Pembenahan Tata Niaga

Ekspedisi Mudik 2024

Hal ini yang menjadi pertentangan dalam aturan sebelumnya. Komitmen awal seperti yang tertulis dalam Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Presiden No.107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta Bandung menyebut bahwa Pelaksanaan tidak menggunakan dana dari APBN, serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah.

Dalam aturan lama, seperti dikutip Bisnis.com/JIBI, Senin (11/10/2021), dilihat dari sisi pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pemerintah hanya boleh bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan.

Tidak Mendapatkan Jaminan Pemerintah

Opsi lainnya dari pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral, dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bunyi Pasal 4 Perpres 107 Tahun 2015 ayat 2 adalah “Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah.”

Baca juga: Jos, Dirut Pertamina Masuk Daftar Wanita Paling Berpengaruh di Dunia

Sementara itu sebagai perbandingan, dalam beleid yang baru Perpres No.93/2021, mengizinkan adanya penggunaan APBN. Secara mendetail, Pasal 4 terbaru Perpres tersebut dari ayat 1 hingga 3 mengatur adanya sumber APBN.

Bunyi revisi pasal 4 (1) Perpres terbaru adalah “Pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 bersumber dari: a. penerbitan obligasi oleh konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3); b. pinjaman konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan/atau c. pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan,”

Kemudian, ditegaskan dalam ayat (2) “Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.”

Bahkan ayat (3), berbunyi, “Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara; dan/atau b. penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara.”

Baca juga: Waduh, Indonesia Terancam Rugi Rp408 Triliun Akibat Perubahan Iklim!

Masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, menurut ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet, akan berisiko jangka menengah bahkan jangka panjang untuk APBN.

Dia mencontohkan risiko jangka menengah muncul jika ternyata kereta cepat ini tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Hal itu akan berimbas kepada proyeksi keuntungan pengelola.

Tidak Sesuai Ekspektasi

Karena keuntungan tidak sesuai ekspektasi, hal itu berimbas dengan pengajuan subsidi tiket. Nah itulah yang akan ditanggung APBN lagi.

“Maka tentu ini akan berdampak pada proyeksi keuntungan yang ditetapkan oleh pengelola dari KCI, karena konsorsium dari BUMN, bukan tidak mungkin ada pengajuan subsidi agar tiket menjadi lebih murah, subsidi tentu akan ditanggung oleh APBN lagi,” jelasnya dilansir detik.com, Senin.

Baca juga: Balapan di Sirkuit Mandalika Jadi Peluang untuk Maskapai Indonesia

Dia menambahkan untuk jangka panjang disebutkan jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya dari pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku, kemudian APBN tak cukup, maka proyek bisa mangkrak.

“Jika kekurangan hitung berpotensi menghambat pengerjaan kereta cepat, maka risiko penambahan anggarannya akan masuk ke APBN,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, secara terpisah mengatakan dalam memutuskan pembangunan perkeretaapian ini harus dipikirkan dengan cermat.

“Ini kurang cermat dalam memperhitungkan dari awal, adanya kekeliruan. Meski plusnya rakyat Indonesia bisa merasakan kereta cepat nggak perlu di luar negeri. Minusnya itu, seharusnya APBN bisa digunakan untuk kepentingan rakyat yang lain. Terpaksa akan digunakan untuk ini,” tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya