SOLOPOS.COM - Ilustrasi/ Arief Edi Harsanto/JIBI/SOLOPOS

Ilustrasi/ Arief Edi Harsanto/JIBI/SOLOPOS

SOLO— Menjelang pelantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 yang dijadwalkan berlangsung pada 7 Oktober, tim Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) termasuk SOLOPOS dan Harian Jogja berke­sem­patan mewawancarai Joko Wi­dodo di Loji Gandrung, Rumah Dinas Wa­likota Solo, beberapa hari lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berikut petikan wawancaranya:

Bapak sering bilang akan memulai membangun Jakarta dari gang-gang sempit. Filosofinya apa?

Memang mau kita balik. Yang dulu orien­tasinya selalu ke yang besar-besar, yang di Kuningan, Thamrin, Sudirman [kawasan jalan utama Jakarta].

Itu akan kita balik, dimulai dari kampung. Itu pembalikan yang riil, sehingga nanti akan kelihatan.

Yang kita ambil seperti di wilayah Bukit Duri, Cakung, Penggilingan, nanti akan kelihatan keseimbangan pembangunannya.

Kalau nggak seperti itu akan keliru, dan berbahaya bagi sebuah sistem sosial. Berbahaya sekali.

Bisa suatu saat meletup kerusuhan sosial, kalau gap-nya tidak dihilangkan.

Dan itu sudah saya sampaikan kepada investor yang gede-gede. Jangan keliru, saya tidak anti yang besar-besar.

Nggak. Saya berikan peluang, tetapi yang [mau] dibikin [dengan APBD] mau dipakai di kampung-kampung.

Jadi prinsipnya Bapak ‘tidak antiusaha besar’?

Iya

Respons mereka bagaimana?

Ooh…mereka tepuk tangan. Saya bilang nanti swasta akan saya bantu dalam [kemudahan] izin-izin.

Sekarang ada yang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun baru selesai. Saya bantu nanti 1 pekan selesai izinnya. Mereka tepuk tangan.

Jadi nggak benar kalau ada yang bilang saya anti ini anti itu! [Tapi] Nggak mungkin [untuk proyek swasta] saya ambil dari APBD, fasilitas infrastruktur nggak mungkin saya bangunkan.

Sekarang coba lihat yang di Casablanca. Saya nggak mau [yang seperti itu]. Kamu yang bikin [superblok] di situ, fasilitas ya kamu dong yang bikin.

Kalau ada hambatan di DPRD, bagaimana?

Nggak.. saya akan bicara terbuka. Jika tidak setuju dengan kebijakan itu, silahkan berhadapan dengan rakyat.

Hal yang prinsip, saya nggak mau [didikte swasta]. [Tapi] Saya akan tetap memberi peluang.

Ada beberapa anggapan dari kalangan pelaku bisnis bahwa Bapak anti-establishment. Mereka tidak suka?

Saya [sudah bilang] akan memberi peluang. [Justru], bukan anti, malah saya ingin meloncat.

Dukungan dari swasta justru diperlukan. Contoh, Pelabuhan Tanjung Priok, berapa puluh tahun kayak gitu terus.

Sudah ketinggalan sama Singapura, yang dulu sederajat dengan kita. China juga belajar semua dari kita. Eh, sekarang mereka sudah jauh berada di atas kita.

Kenapa tidak, investor masuk ke infrasturktur, seperti pelabuhan, silahkan datang, saya kasih satu-satu.

Kalau ada yang mau reklamasi di Jakarta Utara, membangun giant sea wall, silakan. [Tapi ] ganggu lingkungan nggak?

Kalau nggak, kira-kira apa yang memberikan kontribusi pada yang kecil.

Bapak nggak khawatir nanti akan banyak lawan?

Ooh, ndak..ndak…ndak. Saya jelaskan [tujuannya], businessman juga senang semua.

Saya juga jelaskan waktu di Ancol [kemungkinan untuk membuat Ancol lebih terbuka, tidak lagi eksklusif]. “Oh begitu Pak… setuju kita.”

Cara berpikir saya, sekarang mereka paham. Karena waktu pilgub sering disebutkan banyak yang bilang saya antiinvestor atau antiswasta.

Lha banyak yang nggak ngerti, saya tuh orang swasta. Saya jelaskan, saya tuh sudah jadi eksportir selama 23 tahun. Baru mereka ngerti dan berpikir.



Jalan berpikir saya, [mereka] juga paham. Kalau di swasta bicaranya untung-rugi, tetapi kalau di pemerintahan yang dipikirkan adalah melayani.

Bedanya itu. Sisi pelayanan yang dikedepankan.

Mengenai kemacetan, solusinya Bapak pernah bilang bukan memindahkan kendaraan, tetapi memindahkan mobilitas orang? Apa maksudnya?

MRT [mass rapid transit], monorel, nanti kita kebut. MRT-nya, monorelnya akan kita bangun, busway-nya akan kita bangun. Harusnya kan sudah selesai 5 tahun lalu.

Saya yakin dalam 5 tahun ini MRT atau monorel akan kelihatan. Proyek gede-gede dari investor akan kelihatan.

Tapi yang dari APBD, saya akan [pakai untuk] masuk ke kampung, ke kampung, ke kampung. Saya akan bikin rusun berderet, gratis untuk warga.

Pembangunan kota akan dimulai dari pembangunan kampung. Ini [konsep] Ali Sadikin versi baru, MHT, Muhammad Husni Thamrin versi baru. Itu [maunya] Bung Karno.

Tapi problem di APBD itu kan habis untuk belanja pegawai. Pemda DKI kan punya 60.000 pegawai?

Sama seperti di sinilah [Solo], nanti akan direstruktur keuangannya, restruktur APBD, [ubah] orientasinya, semuanya akan kita ubah.



Sudah ada titipan-titipan?

Nggak ada titipan untuk saya, nggak berlaku. Kalau usul boleh, tetapi tidak menentukan. Titip usulan nggak papa.

Usul boleh, tapi sori saya tidak bisa didikte untuk itu.

Kalau masalah sosial, ada problem yang sangat krusial, tawuran pelajar?

Itu kan sudah bertahun-tahun. Itu yang mati sudah berapa.  Itu nanti [diselesaikan dengan] kerja lapangan.

Operasi lapangan. Yang bolak balik saya sampaikan, intervensi sosial, ya seperti itu. Itu kerja lapangan.

Termasuk premanisme?

Ya, termasuk itu





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya